Pemesanan Produk Oriflame :
Hubungi saya, NIKEN via SMS/Whatsapp Msg di 085643172023, Telp : 08885210403

Cara Order : SMS kan nama atau kode barang dan jumlah beserta alamat pengiriman. Jumlah total pembayaran termasuk ongkir akan diinformasikan.

Barang yang dipesan akan dikirim sesuai alamat yang anda berikan setelah melakukan transfer melalui rek BCA.

Harga berubah sesuai Katalog terbaru.

#KELUHAN TENTANG PEMAKAIAN PRODUK YANG DIBELI SELAINDAI BLOG, SILAHKAN DITUJUKAN KE COSTUMER CARE ORIFLAME CABANG TERDEKAT

Saturday 12 January 2008

Mawar dalam kaca


Dia cantik ( meski tak terlalu pintar ) punya segalanya, orang tua kaya yang agak keningrat-ningratan ( sering kuanggap rumahnya yang megah itu panggung ketoprak tertutup buat umum ), punya sopir setia dan pembantu yang patuh. Dia salah satu dari sekian banyak teman biasaku, tak ada yang dekat atau terlalu dekat. Aku yang punya prinsip ‘trust noone’ lebih suka menganggap mereka sekedar numpang lewat dalam kehidupanku, tak punya kekuasaan untuk mengatur aku. Anehnya mereka menganggapku sahabat, teman berbagi rasa meski aku tak pernah membagi rasa yang kupunya dengan mereka.
Teman-teman biasaku itu sering menceritakan masalah-masalah mereka seolah aku ini psikiater dan konsultan perkawinan yang handal, ahli menyelesaikan masalah. Kadang aku bosan, tapi mau gimana lagi ? Aku toh makhluk sosial dan so’sial yang butuh gaul dengan orang lain dalam frekuensi yang tak terlalu sering, meski aku selalu berusaha menyelesaikan masalahku sendiri.
Kawanku bercerita hanya Tuhan yang perwujudan-Nya bisa kulihat di mana saja, di gunung, laut, pantai, pohon, matahari, bulan, bintang bahkan pada secangkir kopi, perantara kesembuhan sakit migrenku.
Perempuan cantik itu bernama Tiara, seperti namanya, kesan elegan dan mahal terpancar dari tingkah laku yang dipoles dengan aturan tata krama yang telah digariskan oleh leluhurnya. Katanya perempuan tak boleh tertawa ngakak, nggak boleh pakai jeans belel dan sepatu kets, mesti tinggal di dalam rumah, jalannya harus anggun bak peragawati, bicaranya harus pelan dan sopan, tidak boleh berteriak , kudu nurut orang tua biar nggak kualat dan kalau berteman harus lihat bobot bebet bibit apalagi kalau nyari pacar bla bla bla. Cuma acara pencarian bobot bebet bibit ini jadi lebih condong ke dia anaknya siapa ? kaya nggak ? tinggal di real estate atau RSSS ? punya gelar apa ?. Dijamin laki-laki tak bermodal tak akan berani mendekati Tiara.
Seluruh hidupnya telah digariskan oleh kedua orang tuanya seperti petugas protokoler ngatur presiden, mulai bangun tidur hingga tidur lagi Tiara tak punya hak untuk menentukan pilihannya sendiri, selalu dianggap seperti anak kecil yang harus dilindungi, rapuh dan tak tahu apa-apa tentang hidup dan kehidupan ( unfortunately, mereka tak pernah mengajarkan hidup dan kehidupan itu sendiri ). Aku pun tak habis pikir bahkan Tuhan pun membebaskan hamba-Nya untuk memilih kehidupan macam apa yang diinginkannya. Kemanapun Tiara pergi harus selalu diantar, tidak boleh keluar rumah sembarangan bahkan untuk nonton konser musik klasik bersamaku pun harus melalui birokrasi yang maha sulit. Kutanyakan padanya kenapa ayahnya tak menyewa centeng atau bodyguard saja, Tiara hanya angkat bahu sambil nyengir.
" Kalaupun ayahku menyewa centeng, dia harus sekeren Kevin Costner", begitu candanya membayangkan si Whitney Houston dan Kevin Costner dalam film "The Bodyguard".
Aku sedang membaca buku di perpustakaan kampus yang sunyi ketika Tiara tiba-tiba muncul dan duduk di sebelahku. Tiga jilid buku tebal tertumpuk di meja bekal weekend. Sabtu malam aku lebih suka membaca buku, menulis puisi atau melamun bergumul dengan duniaku sendiri atau sesekali ke warnet chatting .
"Kau tak ada date nanti malam ?’, tanya Tiara sambil membolak-balik halaman sebuah buku tanpa selera.
" Kau tahu aku selalu sendiri", sahutku santai.
"Juan ?", tanyanya lagi.
Sejenak melintas di benakku wajah teroris nan cakep, si blasteran Spanyol, Juan, mahasiswa pendatang yang kebetulan murid Bahasa Indonesiaku itu..
"Weekend gini dia pasti sudah nongkrong di atas motornya, pergi entah ke mana dan Bahasa Indonesianya sudah cukup bagus untuk cari cewek. Tolong dicatat, dia bukan teman kencanku", aku menegaskan. Banyak perempuan di kampus ini yang mendambakan jadi pacar Juan, tapi yang jelas aku bukan satu dari mereka.
"Acara malam minggumu ? Disekap ibumu lagi, ya ?", tanyaku setelah melihat raut muka Tiara yang mirip baju minus setrika. Kusut.
"Seperti biasa dan aku selalu bosan di rumah. Selalu begini, harus begitu, itu nggak boleh, ini saru. Paling-paling nemenin nyokap belanja", keluhnya.
"Well, madame apa yang bisa kubantu?"
"Bantu aku lari dari rumah!". Mataku membulat tak percaya.
"Aku ingin kebebasan "
Dalam hati aku ketawa ngakak, burung kecil yang elegan itu merasa pengap dalam sangkar indahnya. Kebebasan macam apa yang diinginkannya ?
Satu waktu Tiara pernah berkata padaku kalau dia ingin sepertiku, bisa naik gunung, bepergian ke mana pun seperti yang aku mau, lari-lari mengejar bis ke kampus, bisa pulang malam ( padahal itu karena aku kerja part time usai kuliah ), kencan dengan pacar tersayang yang kupilih sendiri, nongkrong dengan teman-teman….
"Dan kekurangan duit, hahaha…", aku menyela mimpi-mimpinya tentang kebebasan. Keinginannya tadi adalah sesuatu yang wajar menurutku, tapi perundang-undangan yang berlaku di rumahnya melarang Tiara untuk melakukan itu semua. Kasihan.
"Aku mau minggat ! Pergi dari rumah !". Kali ini tampaknya Tiara tengah berada di puncak kekesalannya.
"Pergi kemana, Ra ?", tanyaku tak yakin Tiara mampu meninggalkan istananya. Tiara tak biasa hidup susah, selalu dilayani mulai dari nyisir rambut sampai hal kecil lainnya. Terbiasa makan enak, tidur di kasur empuk dan mahal serta liburan di tempat elit. Bisa kubayangkan kalau ia minggat, barangkali ia akan check-in di hotel mewah berbintang komplet dengan spa, salon kecantikan dan mall buat shopping. Ikut aku berpetualang atau pulang ke desa kakekku? I’m not sure kakinya yang sekecil lidi kuat menapaki bukit terjal yang biasa kudaki. Kulitnya yang halus dan bersih terawat karena rajin luluran dan mandi rempah tahan dengan panas matahari dan debu jalanan.
Apakah Tiara bisa kuajak makan di angkringan, makan mie ayam menikmati teh botol dingin sambil mengamati orang yang lalu lalang ? apa Tiara kuat memanggul ransel dan berjalan jauh sementara selama ini kemanapun dia pergi selalu diantar sopir ? Tiara seperti hidup dalam dunia mimpi. Putri dalam dongeng. Kadang aku iri juga, betapa enaknya bisa ongkang-ongkang kaki di rumah, segala fasilitas ada, tidak seperti aku yang harus kerja sambilan agar bisa melanjutkan kuliah. Masih kuingat dengan jelas Tiara hampir menangis ketika ibunya mengancam mencabut uang saku dan segala fasilitas ketika ketahuan pacaran dengan laki-laki bukan pilihan orang tuanya. Poor Tiara.
Dalam hati aku mengumpat panjang pendek. Kalau begitu buat apa mengeluh ingin bebas dari kekangan orang tuanya namun tak berani menjalani hidup yang nggak simpel dan manis seperti yang berlaku di istananya, semuanya tinggal perintah tinggal minta, selalu ingin dilayani bak ratu. Tiara tak kenal kondisi tidak ada atau tidak punya, apa yang dimintanya selalu dituruti. Bukannya aku ingin mengajarinya melawan orang tuanya atau menjadi pemberontak, tapi setidaknya Tiara mampu memperjuangkan keinginannya, her own life. Bahwa Tiara bukan boneka. Awalnya Tiara tak menyukai perjodohan yang telah diatur oleh keluarganya tapi toh akhirnya dia pasrah menerima karena calonnya ternyata ganteng, kaya raya, pinter, lulusan college bonafide di negeri ini dan berasal dari kalangan terhormat ( begitu mudahkah cinta di rekayasa ?)
Tiara tak beranjak dari tempatnya. Menanti jawaban dari sekian pertanyaan. Mengapa dia harus berbeda dari yang lain ? mengapa kebebasan yang sangat diinginkannya menjadi sangat mahal ? benarkah kebebasan yang dibutuhkan Tiara ?
Tiara membuatku bertanya-tanya, berjuta pertanyaan memenuhi ruang otakku yang tak seberapa besar ini. Tiara membuatku berpikir tentang arti kebebasan yang sesungguhnya. Seperti biasanya pikiranku melompat-lompat kadang-kadang keluar dari dimensi ruang dan waktu di mana kini aku berada. Apakah kebebasan itu seperti yang dikatakan Matt bahwa kita boleh melakukan segala hal sekehendak hati asal hati senang ? Do what you want to do, Do what you can do, Do everything that make you happy.
"Barangkali kita memang tak pernah bebas, Tiara. Hidup kita sebenarnya selalu terikat dengan aspek yang ada di sekitar kita baik yang kasat mata maupun tidak. Kita hidup di sangkar yanng maha luas bernama semesta. Kita di atur oleh sangkar abstrak bernama norma, nilai-nilai moral, ajaran agama dan sebagainya. Sutradara besar itu, Tuhan Yang maha Kuasa juga Maha arif dan Bijaksana memberikan pilihan kepada para pemainnya untuk berimprovisasi, memilih dialog dan gerak yang harus dilakukan sejauh tidak menyimpang dari skenario yang telah digariskan. Tuhan memberi kita pilihan bagaimana kita menjalani hidup ini dengan cara yang baik dan buruk.
"Tapi kau memilikinya, Runa ". Protes Tiara.
"Kau pun memilikinya Tiara, hanya saja tak pernah kau sadari. Kau mendapatkan apapun yang kau inginkan meski ada satu dua permintaan yang tak terkabulkan. Akupun begitu. Percayalah, Tuhan Maha Tahu yang terbaik untukmu".
Tiara nampak tak puas dan meninggalkan aku kembali sendiri di kesunyian perpustakaan kampus. Tiara, aku pun jadi takut membayangkan bahwa sebenarnya kebebasan itu tak pernah ada.
***

DJOGJAKARTA SATU EPISODE

terhanyut aku akan nostalgia
saat kita sering luangkan waktu
nikmati bersama suasana Jogja.... ( KLA, Jogjakarta )
Hi All readers, nambah label baru nih buat menampung semua puisi - puisi saya yang sebelumnya tak pernah terpublikasikan, semoga cukup menghibur.....

Mendung bergelayut
Bergulung hitam menabur jelaga pada awan
Gerimis
Akhirnya lelah penat
Terpuruk aku di sini
Rindu
Membawaku kembali
Kenangan itu masih terbingkai
Menyisa perih
Yogya, 17 Oktober 1998

Semula cuma kudapati karang, pasir dan ombak
Lihat!
Ada ikan – ikan kecil, rumput laut dan kerang
Lalu....kutemukan dirimu
Pantai Krakal Yogya, 18 Oktober 1998

Lama tak kuceritakan mimpi – mimpiku pada hujan
Kupandangi dia dari balik jendela
Yang basah oleh titik – titik airnya
Tak kuceritakan tentang kerang – kerang yang mulai melumut
Melapuk menggurat waktu
Aku hanya menatap titik – titik air melompat – lompat
Diatas genangan air
20 November 1998

Ada saatnya rumput – rumput hijau itu
Kering meranggas
Dan dirinya merunduk lelah tanpa asa
Kala akar – akarnya tak mampu menjangkau
Air berada
Rumput – rumput cuma bisa rindu
8 Desember 1998

Ada lentera kecil
Mencoba menguak jelaga malam
Sinar redupnya menari – nari
Diterpa angin
Lalu padam
24 Desember 1998

Ada satu rindu pada terlalu banyak kenangan
Malioboro yang riuh
Pada alun – alun Yogya malam selepas rinai
Pada sapa ramah kawan
Pada laut, pasir, kerang, karang-karang terjal
Pada ombak pantai selatan
Misteri yang tersimpan
Kuselipkan sedikit rindu
Untuk senyum manis milikmu
28 Desember 1998

Ini adalah kuntum flamboyan yang terakhir
Pucat lesi tiada berseri
Aku takut bila ini suatu pertanda
Hujan tak lagi menyanyikan lagu riangnya
Aku cemas pada kecemasanku
28 Desember 1998

Ukiran pada batu – batu
Cinta terpahat teguh
Menjulang tinggi
Stupa candi
Di altarmu kesetiaanku jadi persembahan.
18 Januari 1999

Siapakah yang lebih dicintai matahari ?
Pada bulan diberikan sinar perak purnama
Bumi menerima anugrah keemasan pagi
Senja ?
Bulan murka lalu mencipta bayang – bayang sekujur cakrawala.
27 Januari 1999





Tuesday 8 January 2008

Cerita seorang kakek tentang cucunya

Seorang kakek yang bertemu saya di sebuah acara wedding party bercerita tentang salah seorang cucunya. Beliau memilki dua orang cucu, laki –laki dan perempuan. Cucu pertama adalah perempuan yang dilahirkan dari istri putra pertamanya yang kebetulan memutuskan untuk tinggal jauh terpisah dari si kakek karena pekerjaannya. Cucu kedua seorang laki – laki yang kebetulan tinggal serumah dengannya bersama anak perempuan dan menantunya.
Si kakek berkata bahwa beliau sebenarnya sangat menyayangi cucu perempuannya meski jarang bisa bertemu karena perjalanan yang cukup jauh harus ditempuhnya di usianya yang sudah tidak muda lagi, sedangkan si nenek sering kali kelelahan ‘momong’ cucu laki – lakinya yang sedang nakal – nakalnya. Namun mereka masih selalu saling berhubungan lewat telepon. Putranya mengirim foto si cucu perempuan yang sedang lucu – lucunya belajar berbicara dan berjalan.
Suatu ketika si kakek mendengar bahwa cucu perempuannya mengalami kelainan jantung dan harus segera dioperasi agar bisa hidup dengan normal seperti anak – anak lainnya. Hati si kakek sangat hancur karena dia tidak bisa mendampingi putra pertamanya yang sangat terpukul dengan kondisi anak perempuan pertamanya. Sambil menangis si kakek sering menelepon putra pertama dan menantunya menanyakan perkembangan si kecil. Tak ada hentinya dia berdoa semoga cucu perempuannya baik – baik saja dan bisa bertahan hidup.
Suatu ketika, ternyata Tuhan berkehendak memanggil si cucu perempuan, batita mungil yang baru berumur kurang dari 2 tahun itu akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di ruang ICU tanpa kehadiran sang kakek yang sangat merindukan ingin bertemu dengannya. Yang sangat memilukan, sang cucu ternyata meninggal dunia hanya selang sehari sebelum si kakek tiba di kota tempat tinggal cucunya.
Maka, ketika sang kakek akhirnya datang, dia hanya mendapati tubuh mungil yang telah terbungkus kain kafan dan si kakek tidak mampu lagi membendung air matanya. Diciumnya wajah cucu perempuannya untuk terakhir kalinya. Nenek yang kebetulan juga datang sambil membawa hadiah baju – baju bayi yang cantik – cantik pun histeris memeluk sang cucu yang sudah tidak bernyawa lagi. Sang nenek selalu ingat setiap kali dia menelepon sang cucu dan bernyanyi di telepon, si kecil akan tertawa – tawa senang meski mereka tidak bertemu muka. Bahkan hingga kini, nenek masih menyimpan baju – baju dan mainan yang seharusnya dihadiahkan kepada cucu perempuannya, setiap kali nenek merindukannya dia akan mengeluarkan baju – baju dan mainan itu dari lemari dan memandanginya. Seolah cucu perempuannya tengah memakai baju itu dan bermain dengannya. Menyedihkan sekali.
Akhirnya kira – kira setengah tahun setelah meninggalnya sang cucu, si kakek datang lagi ke kota tempat putra pertamanya tinggal yang hingga saat itu istrinya masih belum juga menunjukkan tanda – tanda kehamilan berikutnya.
Kakek bercerita bahwa beberapa hari sebelum berencana pergi mengunjungi putra laki – lakinya sekaligus menghadiri pernikahan seorang putra kerabatnya dia bermimpi bertemu dengan sang cucu perempuan yang telah tiada.
Kata kakek itu, dia merasa bermimpi sedang berada di tengah pasar yang ramai dan kehilangan cucunya ( yang dimaksud adalah cucu laki – lakinya ). Suatu saat, dia bertemu dengan seorang perempuan penjual makanan dalam mimpi tersebut dan bertanya apakah dia melihat cucunya ? tanpa banyak bertanya perempuan itu menjawab ya dan menunjuk ke sebuah atap bangunan. Lalu kakek berlari ke sana dan menemukan sang cucu sedang tiduran di dalam ruangan kecil di loteng. Tapi alangkah terkejutnya ketika yang dilihat sedang tiduran itu bukan cucu laki – lakinya namun cucu perempuannya yang telah meninggal dunia. Si perempuan yang berada di bawah berkata cucunya tersebut berulang kali ingin dijenguk. Begitulah mimpi kakek tersebut, beliau bercerita kepada saya dengan menitikkan air mata. Saya pun tanpa terasa ikut terbawa suasana dan mata saya berkaca – kaca memandang kakek itu. Katanya sepulang dari acara wedding party ini, si kakek akan langsung pergi ke makam cucunya.
Saya masih menitikkan air mata ketika kakek itu berpamitan kepada saya siang itu dan berterima kasih karena berkenan mendengarkan ceritanya.
Semoga kakek tidak lagi bersedih........

Ruang As Shofa Masjid Al Akbar Surabaya 5 Januari 2008.

Thursday 3 January 2008

Tea World



Saya penggemar berat kopi dan teh. Apapun jenis tehnya, saya menyukainya. Ada black tea, jasmine tea, green tea dan sebagainya. Adapula Rosella tea yang terbuat dari kelopak bunga rosella yang dikeringkan, rasanya asam segar, yang memilki khasiat menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
Saya punya pengalaman lucu karena menemukan teh dengan sensasi rasa mengejutkan. Tehnya dicampur soda. Saya sampai terkaget – kaget dengan rasanya. Salah seorang teman saya menyukainya hanya karena tehnya berwarna mirip wisky, jadi kadang – kadang dia mengkhayal kalau sedang minum teh bersoda tersebut dia seakan – akan minum wisky, ada – ada saja. Saya kurang menyukainya karena memang saya tidak terlalu suka minum minuman bersoda.


Waktu saya berkunjung ke Jepang, saya menemukan banyak ragam teh dan banyak cara mereka dalam menikmatinya. Teh tersebut dikemas dalam botol siap minum dan bisa dibeli di vending machine ( jidoohanbaiki ) baik panas maupun dingin atau di supermarket terdekat. Ada green tea yang murni tanpa dicampur apa – apa termasuk gula, ada pula green tea yang dicampur aroma buah dan melati, ada teh oolong ( urong cha ) yang saking senengnya saya, hampir tiap hari pas makan di Jepang saya selalu minum teh ini ( customer saya yang di Jepang sampai hapal dengan kesukaan saya dan langsung memesankan teh ini bila sedang makan bareng dengan saya ), ada teh yang lebih nikmat kalau ditambah susu dan perasan air lemon dan sebagainya. Sebenarnya teh oolong mirip dengan teh hitam yang sering kita minum di Indonesia, tapi rasanya lebih enak, ndak pahit, tawar tapi enak. Diminum dingin atau panas sama enaknya.

Saking sukanya saya dengan teh, saya kadang - kadang nitip pada teman – teman yang sering pergi keluar negeri untuk membelikan teh khas negara yang mereka kunjungi.
Kalau teh hijau Jepang, saya sering dibawakan customer saya dari Jepang yang berkunjung ke Indonesia, mereka sangat menghargai teh bahkan menjadikannya suvenir khas Jepang dengan mengemasnya sangat elegan dan indah. Saya malah menjadikan kaleng tempat teh tersebut sebagai wadah menyimpan perhiasan karena saking bagusnya.

Ada pula Earl Grey Green Tea, teh asal Inggris yang dibawakan salah seorang teman, waktu saya tuangi air panas, aroma lemon yang segar segera tercium padahal rasa tehnya tawar seperti teh hijau pada umumnya.. Saya sempat pula dibawakan berbagai macam teh dari hotel tempat dia tinggal yang dikemas dalam bungkus satuan. Ada teh yang dicampur lemon dan jahe, ada pula teh yang dicampur rashberry dan peppermint dan lain – lain. Tapi kalau saya perhatikan sebenarnya apa yang orang Inggris sebut teh ternyata bukan daun teh beneran Waktu teh dengan rasa lemon dan jahe saya buka, ternyata di dalamnya tidak ada daun teh, melainkan potongan –potongan jahe dan lemon yang dikeringkan. Rasanya sama nikmatnya dengan wedang jahe namun juga beraroma lemon segar.
Ingredients ( keterangan bahan ) yang ada dalam bungkus teh masih saya simpan, supaya saat saya kepengen lagi minum teh ini saya bisa membuat sendiri tanpa harus jauh – jauh pergi ke Inggris hehehe.
Beberapa teh yang saya punya, menurut keterangan di kemasannya, biasanya dinikmati dengan susu. Tapi saya lebih suka menikmatinya begitu saja tanpa campuran apa – apa termasuk gula ( menurut saya gula justru merusak aroma dan rasa tehnya ).


Ada cerita lagi tentang cara menikmati teh di Jepang. Di sana, ada seni menikmati teh yang disebut cha no yu. Kalau anda pernah melihat film Karate Kid II, pasti anda paham apa yang disebut cha no yu atau upacara minum teh. Tehnya berwarna hijau kental dan agak berbusa kalau diaduk. Kebetulan saat masih mahasiswa dulu saya berkesempatan mengikuti ritual upacara minum teh ini bersama seorang perempuan warga Jepang yang tinggal di Surabaya dan beberapa mahasiswi Universitas Dr. Soetomo Jurusan Sastra Jepang. Waktu itu upacaranya digelar outdoor di Gedung Cak Durasim Surabaya dalam rangka Pameran Budaya Jepang ( Bunkasai ). Karena masih pagi dan tidak banyak yang mengikuti maka saya bisa merasakan suasana sakral dari upacara minum teh ini. Bayangkan saja, di pagi yang hening dan hanya terdengar suara kicau burung, mencium bau teh hijau dan denting porselen peralatan minum teh Jepang yang cantik. Kabarnya untuk bisa melakukan upacara ini seseorang harus menjalani pelatihan khusus, makanya saya sangat terkesan ketika seorang mahasiswi yang mengenakan yuukata ( kimono katun khas Jepang ), mampu memperagakan cha no yu tersebut. Gerakan yang dilakukan ketika menjumput daun teh, mengambil air dan menuangnya ke dalam ketel dan mangkuk minum, semuanya telah diatur, tidak berlebihan namun sangat anggun. Waktu kita disodori mangkuk tehnya, kita melakukan gerakan memutar mangkuk minum tersebut sebelum meminumnya. Keseluruhan upacara ini menghabiskan waktu sekitar 15 menit, rasanya saya seperti bermeditasi, namun seorang teman yang duduk bersimpuh di sebelah saya malah terkantuk – kantuk dan sempat menitip pesan agar membangunkan dia begitu tehnya siap, dasar !

Menurut sejarahnya, kebiasaan minum teh Jepang ini pertama kali dibawa oleh pendeta dari Cina ke Jepang pada sekitar abad ke delapan. Sehingga, kebiasaan minum teh ini pada awalnya sangat populer di kalangan para pendeta saat itu. Baru pada abad ke 12, seorang pendeta bernama Eizai mendemonstrasikan upacara minum teh ini kepada Minamoto Sanetomo sehingga menyebar ke kalangan samurai. Kemudian pada abad ke 14, kebiasaan minum teh ini mulai populer di kalangan rakyat biasa.

Upacara minum teh, selain disebut sebagai cha no yu sering pula disebut sebagai cha do, dan dianggap mewakili ajaran Budha dan Zen.
Cha do tidak hanya sekedar upacara minum teh biasa, namun di dalamnya terdapat nilai filosofi yang tinggi terhadap kesetaraan , harmoni dan kemurnian.
Mengandung nilai kesetaraan karena pada saat anda mengikuti ritual minum teh ini, tidak peduli jenderal, pejabat tinggi atau orang biasa akan memulainya dengan saling membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan. Di dalam ritual minum teh ini tidak ada lagi batasan kasta atau kelas seseorang dengan orang lain. Sedangkan nilai harmony ditunjukkan dengan aspek – aspek yang mengiringi upacara minum teh tersebut seperti hubungan antara orang – orang yang melaksanakan ritual tersebut, rangkaian bunga ( ikebana ), mangkuk teh beserta peralatan lain dan sebagainya.
Kemurnian jiwa sangat penting dalam cha do, karena hanya dengan kemurnian hati dan jiwa kedamaian pikiran bisa diperoleh. Sederhananya, coba saja anda menikmati secangkir teh anda dengan jiwa dan hati yang tenang dan bandingkan ketika anda menikmatinya ketika anda terburu – buru dengan urusan pekerjaan, anak, istri, suami dan kerumitan hidup lainnya.

Ini adalah pengalaman pribadi saya, mungkin bisa jadi berbeda dengan orang lain, tapi baik di kantor dan di rumah, saya memilki cangkir keramik wadah biasa saya menikmati teh atau kopi. Perasaan saya mungkin terasa lain bila saya terpaksa minum tidak menggunakan alat tersebut. Ini mungkin sugesti atau tidak, tapi menikmati teh dengan wadah dari keramik akan terasa berbeda bila saya menikmatinya dengan gelas kaca atau bahkan gelas plastik. Sesibuk apapun, saya selalu menyempatkan diri menikmati secangkir teh meski hanya 5 menit, rasanya seperti usai bermeditasi.
Sering kali pula saya mendapat ide – ide menulis sambil menikmati secangkir teh.
Tepat seperti yang diucapkan oleh master teh Sen Soushitsu XV yang mengajarkan sebuah pemikiran the thought of " Peacefulness through a Bowl of Tea." Chado is also deeply influenced by Zen thought. In a sense, the ideal spirit of chado is a kind of religious mind. The essence of chado can be understood as the guiding principle for life for each person. The spirit of chado is universal.

Untuk lebih detail mengetahui bagaimana ritual teh ini, anda bisa mencarinya di wikipedia.com atau lewat search di yahoo dengan memasukkan kata ‘cha no yu’. Nah selamat bersurfing ria dan menikmati teh anda...hmmmm.........


Buku Sumber
"THE WAY OF TEA" Copyright ・1993 by Tankou-sha