Pemesanan Produk Oriflame :
Hubungi saya, NIKEN via SMS/Whatsapp Msg di 085643172023, Telp : 08885210403

Cara Order : SMS kan nama atau kode barang dan jumlah beserta alamat pengiriman. Jumlah total pembayaran termasuk ongkir akan diinformasikan.

Barang yang dipesan akan dikirim sesuai alamat yang anda berikan setelah melakukan transfer melalui rek BCA.

Harga berubah sesuai Katalog terbaru.

#KELUHAN TENTANG PEMAKAIAN PRODUK YANG DIBELI SELAINDAI BLOG, SILAHKAN DITUJUKAN KE COSTUMER CARE ORIFLAME CABANG TERDEKAT

Saturday 16 February 2008

Pohon ( keramat ) favorit.

Waktu kecil, saya memiliki tempat main favorit yang lain daripada yang lain. Bukan lapangan tapi pemakaman. Jangan bayangkan dulu makam yang angker dan mencekam seperti dalam cerita horor Jeruk Purut atau Kuntilanak. Makam di dekat tempat tinggal saya dulu jauh dari kesan angker ( kecuali malam hari karena bagaimanapun makam kan serem juga kalau malam ). Pemakaman tersebut berada di tengah pemukiman penduduk, tepat di kelilingi oleh rumah – rumah penduduk kampung dan berada di dekat pasar.
Ada satu pohon Sono besar di tengah pemakaman tersebut yang entah seperti mengandung magnit, membuat saya dan beberapa teman sebaya betah bermain di bawah kerindangan daun – daunnya. Ada makam yang sudah di tembok di bawahnya, jadi kami para bocah suka duduk manis di sana sambil membaca komik atau bersenda gurau. Kadang – kadang saya malah membawa komik favorit saya Superman atau Si Deni Manusia Ikan dan menghabiskan istirahat siang hingga sore di sana. Nenek sudah hafal dengan kebiasaan aneh saya, jadi kalo hingga sore saya belum pulang, pasti ada di bawah pohon itu. Kecuali saat musim kemarau waktu para ulat menggerogoti daun – daunnya hingga membuat pohon besar itu nyaris gundul.
Kadang – kadang saya melamun sambil menulis buku harian dan selama itu pula saya tak pernah kesambit atau kesurupan roh halus. Kadang – kadang keteduhannya dan angin yang semilir bikin saya ngantuk. Rasanya saya betah berada di situ. Dari sana pula saya suka memperhatikan makam kedua orang tua yang kebetulan memang tak jauh dari pohon itu. Ada banyak cerita yang mengatakan pohon itu angker, tapi selama saya main di situ saya ndak pernah bertemu dengan hal – hal yang aneh seperti hantu atau jin. Bahkan bila malam dan saya terpaksa melewati makam itu ketika pulang pergi ke tempat les bahasa Inggris saya tidak pernah melihat perempuan berbaju putih, berambut panjang atau kakek – kakek di bawah pohon tersebut. Malah kadang – kadang saya melihat beberapa pemuda mabuk , merokok dan main kartu di sana pada malam hari.
Ada pengalaman lucu ketika pada suatu siang saya menemukan makanan sesajian yang terdiri dari tumpeng kecil lengkap dengan lauk pauknya plus jajan pasar. Waktu itu saya dan teman – teman sedang bermain, lalu tiba – tiba datang seorang laki – laki yang meletakkan tumpeng dan jajan pasar di bawah pohon. Saya dan teman – teman hanya memandang saja dari jarak beberapa meter, melihat orang tersebut komat – kamit berdoa lalu meninggalkan makanan itu begitu saja di sana. Ternyata ada juga orang yang menganggap pohon tersebut keramat dan bertuah. Saya hanya berpikir, mubazir amat makanan seenak itu dibiarkan saja di bawah pohon, paling – paling dimakan ayam atau kambing yang sering berkeliaran di makam ini. Namun kemudian datang serombongan pemuda kampung dan sambil tertawa cekikikan antara sesama mereka, mencomot makanan itu dan membaginya. Saya dan teman – teman hanya bisa menonton mereka menikmati nasi kuning dan lauk ayam goreng, sempat ditawari namun kami agak takut dan menolaknya.
Mungkin karena sering dipakai acara ritual yang tidak jelas, akhirnya tetua kampung memutuskan untuk menebang pohon tersebut. Saya sedih karena akan kehilangan tempat ‘nyepi’ dan bermain. Karena tidak ada satu pun yang berani menebang ( takut kualat kata mereka ), akhirnya seseorang memutuskan untuk membakar pohon itu mulai dari akar hingga batang agar musnah selamanya ( wah hebat, yang usul beginian tidak takut kualat ). Perlahan –lahan, pohon itu pun mati terbakar, sebagian batangnya menghitam menjadi arang, batang yang tidak ikut terbakar dibiarkan begitu saja hingga pohon itu akhirnya mati.
Sebagai ganti pohon tersebut, orang – orang kampung menanam pohon yang netral, artinya kalaupun nanti menjadi besar tidak akan di keramatkan orang – orang, maka selain pohon Kamboja ( pohon wajib di makam ), penduduk menanaminya pohon waru, beberapa pohon singkong di pinggiran makam dan sisanya adalah rerumputan. Memang, akhirnya makam itu tak lagi dikeramatkan, namun upacara sambil menyediakan sesajen pindah ke makam sebelah yang justru dikultuskan karena makam itu adalah makam nenek moyang yang membuka daerah perkampungan ini pertama kali, entah Mbah siapa namanya.
Sampai dewasa kini, saya masih sering memimpikan pohon itu masih berada di tengah pemakaman tersebut.. Karena saya tahu, bukan salah pohon itu bila harus ditebang, namun salah orang – orang yang mengkeramatkannya
.

Friday 15 February 2008

Obat Stress - Part 1


Orang Jepang rentan stres, mungkin benar, namun beberapa di antara mereka yang saya kenal lumayan kreatif bagaimana menghadapinya hingga tidak menimbulkan tindakan yang cukup meresahkan teman – teman sekitar ( misalnya bertingkah laku aneh atau tertawa sendiri tanpa sebab hehehe).
Pemerintah Jepang rupanya cukup paham dengan kebiasaan warga Jepang bila stress terutama para pekerja yang suka mabuk usai jam kerja, dengan membuat peraturan DILARANG MENGEMUDI KETIKA ANDA MABUK dan dendanya cukup besar bila dilanggar, sekitar 5 juta-an kalau dikonversi ke rupiah bila ketahuan nekat mengemudi setelah menenggak minuman beralkohol, maka di tempat parkir setiap bar dan restoran terdapat jasa penyewaan driver untuk mengantarkan pemabuk itu pulang ke rumah dengan biaya sewa yang lumayan mahal juga, hitungannya mirip taxi dihitung per kilometer. Yang enggan bayar driver sewaan lebih memilih pulang naik kereta api yang beroperasi hingga jauh malam namun dengan resiko kebablasan karena tertidur di kereta seperti kisah salah seorang customer perusahaan tempat saya bekerja yang terpaksa bolak – balik naik kereta api karena ketiduran. Ketika akhirnya bisa sampai di rumah sudah jam 4 pagi dan karena kebanyakan orang Jepang males diomeli istri, dia memilih tidur di teras rumah.
Yang saya sangat suka dari peraturan ini ketika disosialisasikan ( ini menurut cerita seorang customer saya ), bukan ditekankan pada berapa besar dendanya namun pada akibat bila dilanggar, tentu anda tak ingin kehilangan anggota keluarga entah itu anak, istri, suami, adik, kakak dan sebagainya, meninggal dalam kecelakaan akibat pengendara mobil yang mabuk atau anda sendiri yang sedang mabuk. Sebuah cara positif untuk membujuk.
Teman saya yang satu ini agak lain, seorang cewek Jepang yang girlie banget. Hobinya memajang boneka – boneka mungil macam barbie dan kawan – kawannya. Waktu saya kirimi boneka kecil suvenir dari Sophie Martin dan boneka gajah yang bisa mengeluarkan suara HAVE A NICE DAY, dia senang sekali dan memajangnya di mobil mungilnya, Cooper bikinan Inggris warna hitam yang mirip mobil Mr. Bean. Orang mungkin tak menyangka kalau usianya di atas kepala tiga karena dia imut banget dan hobinya yang mungkin agak kekanak – kanakan. Waktu pergi hang out dengan saya dulu di Ashikaga, ternyata dia cukup nyambung dengan saya yang suka dengerin musik dan baca komik. Maka acara jalan bisa seru, karena dia menunjukkan saya sebuah tempat di mana saya bisa membeli compact disc single album yang super murah seharga sebotol soft drink ( kira – kira 105 – 200 yen, itu kira – kira setara dengan 8 – 12 ribu rupiah ), apalagi karena dia juga member setia BOOK OFF, tempat seru yang menjual komik dan CD single dengan harga murah banget. Trus dia sempat juga akan mengajak saya ke UNIQLO tempat murah buat belanja baju, namun karena saya tidak terlalu suka shopping baju, maka saya dan dia lebih suka menjelajahi toko buku dan elektronik. Tiap kali saya butuh info terbaru tentang komik Jepang, dia pasti tahu. Dulu ketika si Himawari, adik Shinchan, belum ada di film kartun yang diputar di Indonesia, dia sudah memberi tahu saya tentang Himawari. Sekarang ketika saya nge-fans RuRou Kenshin ( Samurai X ), dia juga bilang kalau anime ini terkenal sekali di Jepang. Tentu, karena jalan ceritanya gabungan antara fiktif dan nonfiktif, beberapa bagian ceritanya menjelaskan sejarah Jepang tempo dulu dan kehidupan samurai saat itu.
Dia suka menunjukkan keunikan – keunikan yang ada di sekitarnya. Pernah dia menunjukkan gambar colokan listrik ( soket ) di dinding yang lucu banget karena mirip orang tersenyum. Beberapa kali mengirimi foto bunga sakura mekar, daun momiji yang berubah kemerahan saat musim gugur atau salju pertama yang sedang turun di wilayah Jepang bagian selatan. Seperti bulan ini, dia mengirimi saya foto boneka salju yang dibuatnya sendiri. Lucu sekali karena ada banyak boneka kecil yang dibuat dan dipajang berjejer di kap mobilnya.
Ternyata buat kawan saya ini untuk menyembuhkan stres tidak butuh biaya mahal, kenali dulu penyebabnya. Stres sering diakibatkan tekanan – tekanan yang kita alami di tempat kerja atau bahkan di rumah. Jadi tak ada salahnya mencoba resep obat stres ala teman Jepang saya yang satu ini, BERMAIN. Banyak orang dewasa yang enggan melakukannya karena takut dianggap kekanakan, tapi justru dengan bermain, anda bisa me-refresh body, mind and soul. Ndak percaya ? coba aja, asal jangan main api, karena kalau sampai rumah atau badan terbakar malah tambah stres.

Life Suck, You’re not!

Seorang teman kerja akan resign bulan ini. Bukan karena dia spesial kalau saya kemudian menyempatkan waktu mencarikan sekedar suvenir untuknya. Tapi karena dia pernah menjadi bagian dari pekerjaan saya, sebagai teman dan partner kerja. Dari sekian teman laki – laki di tempat kerja dia memang bukan orang yang pintar sekali atau menonjol sekali prestasi kerjanya, tapi setidaknya saat bersamanya saya merasakan kegembiraan dan optimisme kanak – kanak yang polos yang belum tentu bisa dijumpai di tempat kerja manapun. Sesekali saat jeda waktu, kami ngobrol bersama tentang film kartun favorit, sinetron lucu yang biasa kami tonton di rumah, tentang pekerjaan dan sebagainya. Dia memang seorang yang tangguh, meski pekerjaannya berat tapi dia tak sering mengeluh, hanya kadang – kadang dia merasa jenuh. Saya menganggapnya luar biasa ( sekaligus kurang waras ) karena hanya dia yang berani memaki atasan yang kebetulan adalah ekspatriat. Meski pekerjaan saya tidak berhubungan langsung dengannya, namun sesekali waktu saya dan dia saling membantu.
Itulah gunanya teman, ketika kita merasa bahwa dunia tempat kita berpijak telah penuh dengan kemunafikan, kecurangan, kompetisi yang tidak sehat, iri hati dan dengki, kita membutuhkan orang – orang jujur dan apa adanya. Orang – orang yang ikhlas membantu tanpa tendensi dan pamrih apapun selain ingin mendapatkan berkah dari Tuhan. Tidak mudah mendapatkan teman – teman seperti itu, tapi saya yakin, Tuhan akan menyelipkan satu – dua orang yang baik di antara ribuan kejahatan. Selalu ada penawar untuk segala jenis racun. Bagaikan bintang – bintang yang bercahaya di malam yang gulita. Menebarkan optimisme hidup dan keyakinan bahwa Tuhan itu benar ada dengan kasih-Nya..
Di sebuah toko buku, perhatian saya tertumbuk pada selembar kartu ucapan yang sederhana dengan kata – kata singkat “Life Suck, You’re not”. Saya kira, kartu itu cocok untuk teman saya tadi, mewakili perasaan hati bahwa saya – sekali lagi - kehilangan seorang partner kerja yang telah sekian lama bersama dalam suka dan duka. Mewakili saya untuk berkata padanya “kamu adalah orang baik yang pernah saya kenal dalam perjalanan hidup saya dan semoga kamu menjadi orang yang baik ( bahkan lebih baik ), apapun yang terjadi”.
Saya hanya berharap bahwa dia akan mendapatkan pekerjaan dan kehidupan sesuai dengan yang ia inginkan. Meski sesudah itu kami tidak akan pernah berhubungan se-intens dulu lagi.
Ada kata – kata bijak yang pernah saya baca di harian KOMPAS, ketika anda tidak mampu berbuat kebaikan maka berhentilah menyakiti orang lain.
Life Suck, but you’re not, friends!

Cita – citakoe doeloe

Semasa SD dulu, saya dan teman se-gank pernah ditanya apa cita – cita kami bila nanti dewasa. Ada dua orang yang menjawab dengan jawaban yang lumayan kontroversial untuk ukuran anak – anak saat itu. Kalau kebanyakan teman ingin menjadi dokter, pilot dan tentara, tapi saya menjawab ingin menjadi jurnalis dan seorang teman ingin menjadi astronot. Waktu itu saya tanya dia, astronot dan astrolog beda ya? Langsung saya ditimpuk teman lain karena dua pekerjaan tersebut berbeda jauh meski depannya sama – sama pakai kata ‘astro’. Astronot adalah orang yang pergi ke luar angkasa dan astrolog adalah orang yang menggunakan rasi bintang ( baca : aries, libra, gemini dsb ) untuk menentukan karakter dan apa yang terjadi di masa depan sesuai rasi bintang tersebut.
Waktu ditanya apa alasan saya ingin menjadi jurnalis, saya bilang saya punya dua alasan, satu alasan beneran, yang satu agak konyol. Alasan pertama karena saya suka pelajaran mengarang dan itu selalu dibuktikan dengan nilai pelajaran bahasa Indonesia yang lumayan bagus, beberapa kali mewakili Lomba Mengarang tingkat SD meski tidak pernah jadi juara pertama, cuma juara harapan, paling banter runner up. Selain itu karena saya ingin bepergian gratis dibayari kantor hehehe.....
Alasan konyol, karena saya nge-fans berat dengan Louis Lane, wartawati cantik yang jadi pacar Superman. Di dalam komiknya, diceritakan dengan jelas seluk beluk pekerjaan jurnalis mencari berita termasuk beberapa adegan berbahaya ketika Louis Lane nekat mendekati pihak musuh untuk mendapatkan berita yang akurat dan menarik. Saya memang sempat mengoleksi komik itu meski kini sudah hilang ketika kami sekeluarga terpaksa pindah rumah.
Kini saya tidak menjadi jurnalis ‘beneran’ ( walau masih suka nulis – nulis di blog dan bikin jurnal harian ), keluarga menentang keinginan saya menjadi jurnalis, sedangkan teman saya yang bercita – cita menjadi astronot tadi juga tidak berhasil ( tapi dia sukses ‘terbang’ ke Jepang mendapat beasiswa mulai S2 hingga S3 ). Saya dan dia punya kesamaan, suka menghayal dan berpetualang. Ketika dewasa kami bertemu dan mengenang masa – masa kecil yang lucu saat itu, mungkin ada baiknya kita tidak mendapatkan apa yang kita cita – citakan, karena bisa jadi pesawat ulak – aliknya hancur lebur sebelum mencapai angkasa dan dia tidak berkesempatan lagi bertemu keluarganya yang sangat membanggakannya karena dia adalah teman saya yang paling cerdas dan kini tengah menempuh pendidikan S3 di Jepang. Sedangkan saya, mungkin lebih baik saya tidak menjadi jurnalis karena mungkin saya akan diuber – uber aparat keamanan atau mati mengenaskan seperti beberapa jurnalis negeri ini. Apa yang kita cita – citakan memang kadang – kadang tak berbanding lurus dengan kenyataan karena manusia hanya berusaha sedangkan yang menentukan tetap Tuhan. Hanya sedikit teman yang cita – citanya menjadi kenyataan.
Ada yang membuat saya miris bila saya teringat dengan salah seorang teman. Dia bercita – cita menjadi polisi, saya tanya alasannya dia menjawab dengan sedih karena kakak sulungnya adalah pencuri ayam di kampungnya. Saya menatap matanya dalam – dalam, saya bisa merasakan rasa malu yang amat sangat yang terpaksa dipendamnya ketika mengetahui salah satu keluarganya melakukan pekerjaan haram tersebut. Hanya kepada saya dia bercerita tentang carut marut keluarganya. Di mata saya dia adalah laki – laki kecil sederhana yang hanya ingin menjadi seorang yang berguna meski terlahir dari keluarga miskin dan berantakan.
Lulus SD saya hampir tak pernah mendengar berita tentangnya lagi, yang saya dengar untuk terakhir kalinya, dia tidak meneruskan sekolah dan berjualan unggas di pasar. Saya bersyukur setidaknya dia tidak mengikuti jejak kakaknya menjadi pencuri ayam.
Seseorang pernah berkata kepada saya, buat apa punya cita – cita kalau tidak bisa menjadi kenyataan, jalani saja hidup karena Tuhan lebih tahu kita cocok menjadi apa. Saya terdiam, merenungkan kata – katanya. Mungkin dia takut kecewa atau pernah kecewa hingga dia lebih suka menjadi seseorang yang apatis dan pahit semacam itu.
Almarhumah nenek mengajarkan kepada saya bahwa cita – cita adalah do’a dan harapan. Tuhan akan melihat seberapa keras usaha kita berdo’a dan berharap, lalu mengabulkannya, kalaupun tidak dikabulkan, Tuhan akan menggantikannya dengan yang lebih baik, mungkin tidak lebih baik seperti harapan kita dan orang – orang lain melihat kita, tapi kita harus yakin bahwa inilah yang terbaik untuk kita.
Cita- cita menurut saya tidak harus berwujud dalam sebuah profesi atau pekerjaan tertentu. Bagus kalau kita ingin menjadi dokter karena ingin menolong orang yang sakit, lalu ketika kita tidak menjadi dokter apakah kita akan berhenti menolong sesama ? Apakah ketika seseorang gagal menjadi pilot dia akan berhenti membuat prestasi ? Apakah bila dia gagal menjadi presiden lalu jalan lain untuk menjadi pemimpin akan buntu ? Lihatlah jiwa dari setiap cita – cita. Mengapa dokter, pilot, tentara, perawat, presiden, gubernur dan lain – lain kerap dijadikan cita – cita ?. Seorang tentara atau aparat keamanan diperlukan karena dia akan menjaga lingkungan menjadi aman, nyaman dan tertib. Lalu ketika tidak bisa mencapainya apakah kita akan berhenti sampai di situ ? Tentu tidak. Profesi dan pekerjaan tersebut memang memberi kita jalan lapang agar kita menjadi seseorang yang ( dianggap ) berguna di masyarakat, namun menurut saya, tanpa profesi itupun, kita tetap mampu berguna bagi orang banyak. Seperti firman Tuhan, tak ada sesuatu pun yang diciptakan sia – sia di dunia ini bahkan kecoa dan nyamuk pun masih punya guna meski mereka bukan dokter, tentara atau bupati.
Saya memang gagal menjadi seorang jurnalis, namun saya masih memegang teguh prinsip seorang jurnalis untuk jujur dan menyampaikan kebenaran bagaimanapun caranya. Saya masih bisa menulis dan dibaca beberapa kawan meski tanpa bayaran atau tidak bisa pergi ke tempat – tempat yang saya ingin kunjungi. Namun di setiap kesempatan dimana saya bisa melakukan travelling, saya akan selalu menemukan angle dari setiap perjalanan dan kisah hidup seseorang. Lalu menulis sesuatu yang bisa sedikit menghibur orang yang membacanya. Teman saya yang tidak berhasil menjadi astronot, telah menjadi seorang explorer, menjelajah wilayah – wilayah baru yang sebelumnya belum pernah dia kunjungi dan membaginya lewat tulisan – tulisannya di blog.
Apakah anda masih punya cita – cita ?

Manusia yang memindahkan gunung memulainya dengan memindahkan batu – batu kecil
Pepatah Cina

Wednesday 6 February 2008

Sensasi Hujan

Ada satu ritual unik yang paling saya suka, menikmati hujan. Dimulai dari membaui aroma rumput dan tanah basah oleh gerimis, bahkan seperti anjing, kadang saya bisa tahu, akan turun hujan atau tidak dari aroma udara ( kalo gitu ndak butuh ramalan BMG dong, tinggal suruh saya mengendus saja hahaha ).
Seperti tanah dan pepohonan yang merindukan hujan, saya pun kadang – kadang kangen hujan – hujanan seperti masa kecil dulu. Meski setelah itu badan saya demam dan pilek. Bahkan hingga dewasa kini, saya masih suka berhujan – hujan. Merasakan aromanya, sensasi air yang menetes membasahi kulit, udara dingin yang menggigit namun membangkitkan kesegaran. Cukup untuk mendinginkan kepala yang ‘panas’ karena urusan macam – macam yang kadang – kadang bisa membuat stress, jutek dan suntuk. Denger –denger, mengguyur kepala dengan air dingin juga dilakukan untuk pasien rumah sakit jiwa agar mereka sedikit tenang.

Ada pengalaman lucu, saya pernah di uber – uber seorang bapak –bapak dengan membawa payung ditangannya.
Saat itu saya kebetulan sedang berkunjung ke kota kecil Ashikaga - Jepang, nekat berjalan dalam gerimis. Dia mengira saya lupa membawa payung, melihat wajahnya dan usahanya turun dari lantai 3 hotel lalu meminjami saya payung saya jadi tidak tega menolak, saya ucapkan “doumo arigatou gozaimasu” , meminta maaf karena sudah merepotkan dia. Ternyata dia adalah bapak penjaga meja resepsionist yang sering saya titipi kunci kalo saya pergi keluar hotel. Ternyata di sana tidak lazim berjalan dalam gerimis atau hujan tanpa payung. Mungkin bapak – bapak itu sudah menanggap saya gila atau minimal pikun karena tidak membawa payung.
Bagi saya yang orang Indonesia, hujannya pun sebenarnya tak terlalu lebat hanya gerimis namun dengan intensitas yang lumayan tinggi, saya memang sengaja ndak membawa payung karena saya cuma ingin pergi ke supermarket dekat hotel dan saya hanya ingin membeli kopi instan panas dan membawanya ke kursi stasiun di belakang hotel menikmati suara kereta api berlalu lalang ( ini satu lagi ritual aneh saya, nongkrong di stasiun kereta api ). Lumayan, hari itu kebetulan weekend saya bisa melarikan diri dari si mister jambul yang mengawal kemana saja saya pergi karena saya adalah tamu perusahaannya. Esoknya dia marah – marah mengomeli saya karena saya berkeliaran tanpa pengawalan dia, sebenarnya dia takut terjadi sesuatu karena saya orang asing di Jepang. Bukannya saya sok berani karena kebetulan saya bisa sedikit berbahasa Jepang dan masih cukup memadai bila digunakan untuk berklinong – klinong sendiri ke mall terdekat atau stasiun sembari memperhatikan segerombolan remaja Jepang yang rambutnya dicat berwarna – warni. Masak iya, hanya karena saya ingin main hujan – hujanan kudu dikawal dia pula.

Pagi ini, seperti kebiasaan Tahun Imlek yang sudah – sudah, hujan kembali turun. Meski tak lebat dan hanya gerimis namun saya masih berkesempatan merasakannya di halaman rumah. Gerimis kecil namun kerep membasahi kulit tangan saya, lalu seperti anak kecil yang baru melihat hujan turun berdiri bodoh sambil menadahkan tangan. Seperti di tusuk – tusuk jarum – jarum akupunktur, enak sekali. Kalau ndak percaya, coba saja, mumpung masih musim hujan dan masih berkesempatan melihat hujan.

It’s a Wonderful Life - A good Motivation

Bukan karena kehabisan inspirasi kalau kali ini saya share sebuah artikel bagus dari harian KOMPAS, namun karena sesuai dengan tema ‘soul therapy’ yang lebih cocok untuk menyembuhkan dan sekaligus bayar utang karena sudah janji mau nulis sesuatu yang bisa memberi inspirasi, karena seorang teman pernah komplain, dia malah tambah gila setelah membaca blog saya ;-). Sorry rek....kali ini serius deh.

Sekalian menjawab pertanyaan mengapa tulisan di blog saya pakai bahasa Indonesia bukan bahasa Inggris meski plang namanya pake bahasa Inggris--> nipu, kata temen saya. Tapi saya ndak bermaksud nipu, cuma kemampuan bahasa Inggris saya terbatas ( jawaban yang jujur hiks..hiks....salut man! ) dan klien saya ( baca : orang-orang gila ) yang juga sama ndak ngerti banyak bahasa Inggris ( hua..ha..ha..ha.. )
Buat yang pinter berbahasa Inggris....sesekali “down to earth” boleh dong...
...

KOMPAS SABTU, 5 JANUARI 2008

It’s a Wonderful Life
Eileen Rachman & Sylvina Savitri ( Experd Growth & Soft Skill Training )

Teman saya pernah mengajarkan,”Bila menghadapi kehilangan, kematian dan suasana duka, ucapkanlah “Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun”.Sebaliknya, bila takjub dengan keajaiban dan keindahan alam, menghadapi situasi dan pengalaman yang menyenangkan, ucapkan juga kalimat tersebut, yang juga berarti “Segala yang berasal dari Allah yang Maha Kuasa akan kembali kepada Allah. Bagi saya kalimat ini sangat membantu di saat –saat sangat susah atau sangat senang, karena pada saat itulah kita seakan diingatkan kembali bahwa adik, kakak, anak, pasangan, rizki, keindahan alam, jabatan, karir dan sehebat – hebatnya ikhtiar kita, adalah “pinjaman” dan “amanah”

Meski sadar bahwa roda kehidupan memang harus berputar, namun begitu cepatnya dan semakin sulitnya kita memprediksi future benar – benar membuat kita panik, kehilangan pegangan. Kematian Benazir Butto, banjir yang melanda kota – kota yang biasanya tidak kenal banjir, air pasang yang menyebabkan bisnis pariwisata sekitar Kuta terpuruk, global warming dan belum lagi ramalan – ramalan mengenai semakin “edan”-nya dunia di masa mendatang benar – benar membuat kita galau. Bagi saya, kata “change” yang dikumandangkan para ahli manajemen dan futuris mulai terdengar basi. Baru saja merencanakan action, perubahan, lapangan dan pasar seakan belut, licin dan sudah berubah lagi. Tak bisa menghindar, kita memang sudah beranggapan dengan hal – hal tak terduga.
Dalam situasi serba tak terprediksi, bahkan kekacauan yang mengerikan begini, bisakah dan bagaimanakah kita bisa bersikap positif pada dunia kehidupan kita ?

Be “Present”

Kata “present”, berarti “hadiah” dan juga berarti “saat ini”. Seorang ahli time management mengatakan bahwa “being present” ( keberadaan kita saat ini ) adalah “present” ( hadiah ) terbesar dalam hidup kita. “Being present” berarti realistis dan sadar apa yang ada di hadapan kita, menghargai dan memanfaatkan semua resources yang kita miliki. Being present atau “live your life”, adalah nasihat Richard Branson, pemilik Virgin Group pada putra – putrinya ketika ia tengah menghadapi maut, agar mereka menghayati betul kehidupan yang tengah dilalui sekarang, tidak menyesali masa lalu dan tidak kuatir akan masa depan. Tidak pelak lagi, inilah pilihan sikap yang paling sehat dalam menghadapi hidup ini.

Memiliki sikap “being present” memang mudah dikatakan, tetapi tidak mudah dilakukan. Berapa sering pikiran kita melayang dan tidak konsen bila sedang rapat, mengikuti pelatihan, menghadapi klien bahkan menghadapi anak sendiri ? Kita sangat sadar bahwa orang yang paling penting adalah orang dihadapan kita, tetapi berapa sering kita menerima panggilan telepon genggam ketika menghadapi orang secara bertatap muka ? Rasanya kita memang masih bisa lebih menghargai momen – momen yang sebenarnya sudh diberikan kepada kita dan lebih memanfaatkan sebaik –sebaiknya.

Kita dibutuhkan oleh Orang lain

Teman saya yang bermukim di Inggris, tiba – tiba mencari pekerjaan di Indonesia. Ketika saya tanyakan alasannya, ia berkata bahwa ia menemani ibunya, yang semakin meningkat percepatan “layu”-nya sepeninggal ayahnya. Keluarga, teman yang bahkan sudah lebih dekat daripada anggota keluarga, kolega yang bersusah – senang bersama kita adalah ‘kekuatan” bahkan “mistik” tersendiri yang membuat kita bisa lebih kokoh berdiri menghadapi kekacauan, badai serta cobaan. Kita sebenarnya bisa menghitung betapa beruntungnya kita bila masih ada teman, kakak, adik, suami, istri, anak atau tetangga yang bisa kita ajak merapatkan barisan ataupun “holding hands” di kala gundah. Sebaliknya kesadaran bahwa kita bisa member support mental kepada anggota keluarga lain, saudara, teman, tetangga, akan membuat kita mendapatkan kekuatan dan semangat menolong dobel karena keyakinan bahwa kita dibutuhkan.

Niat Baik adalah Fondasi

Dalam suatu pertemuan, saya mengajak para peserta yang hadir untuk mengungkap misi dan niat utama dalam bekerja dan dalam hidupnya.
Saya cukup terkejut karena ternyata sangat sedikit yang bisa dengan lantang menyebutkan niatnya. Entah karena malu, jarang melakukan introspeksi diri atau sekedar tidak ingin terbuka. Yang jelas, bila niat kita tidak terbaca, tidak jelas atau tidak dimengerti, maka gerak dan langkah kita pasti juga tidak jelas dan mengambang.
Niat seperti “ Saya ingin belajar terus sampai usia 70 tahun”, “Saya ingin anak buah saya sukses”, Saya ingin jadi orang tua yang baik, ketimbang jadi profesional yang sukses”, atau “Saya ingin berwirausaha bila tabungan saya cukup”, sebenarnya tidak perlu disembunyikan atau ditutup – tutupi. Asalkan niat kita lantang, lurus, bersih, dan tidak diwarnai dengan “vested interest” maka biasanya kita akan punya pengikut, mendapatkan kawan seperjuangan, bahkan bisa melihat persamaan arah dengan orang lain, perusahaan bahkan negara. Niat yang baik dan kuat bisa menjadi fondasi kita agar tetap berdiri bagai batu karang dalam hempasan ombak. Apalagi kalau kita betul – betul berniat untuk mencerdaskan, membersihkan dan membela lingkungan apalagi bangsa.

Jatuh, bangun, terpuruk, sukses, akan selalu kita alami sepanjang perjalanan hidup kita. Tapi masih ingatkah anda film getir Life is Beautiful ( La Vita é Bella ) karya sutradara dan aktor kondang Roberto Benigni ? kalau dalam keadaan terjepit, hampir terbunuh begitu, ia masih bisa melihat indahnya kehidupan, kita pun pastinya bisa menghadapi kompleksitas situasi dunia kita dengan sikap yang lebih optimis dan menghayati betapa berharganya hidup ini.

Just open your eyes and see that life is beautiful ( Roberto Benigni )

Sunday 3 February 2008

Buku Laskar Pelangi oleh Andrea Hirata


Sewaktu saya masih di SD, saya memiliki buku favorit yang benar – benar membuat saya terinspirasi untuk menjadi seseorang yang kuat, tegar, bahagia meski dengan kondisi yang serba kekurangan namun selalu penuh syukur. Buku – buku itu adalah Keluarga Cemara karya Arswendo dan Padang Ilalang Di Belakang Rumah Kami yang ditulis oleh NH. Dini. Bersama kawan karib saya, biasanya saya menghabiskan waktu di perpustakaan kecil sekolah. Dia adalah Awan, yang suka sekali membaca buku – buku sains dan sangat cerdas, karena itu tak heran bila dia mendapat beasiswa S2 bahkan S3 ke Jepang dari Panasonic.
Buku Laskar Pelangi yang ditulis oleh Andrea Hirata kurang lebih memiliki kemiripan dan genre yang sama dengan buku – buku di atas yang menceritakan perjuangan dan pengalaman masa kecil yang indah, sedih sekaligus mengesankan. Selain buku – buku di atas, karena pengaruh Awan ( seorang teman yang kini tinggal di Jepang ) saya menggemari cerita – cerita petualangan Lima Sekawan.
Buku Laskar Pelangi menceritakan kehidupan sepuluh orang anak kampung yang tinggal di Pulau Belitung yang bersekolah di sebuah gedung sekolah kampung yang nyaris roboh. Namun dengan kesederhanaan dan segala keterbatasan tersebut mereka tetap menjalani hidup dengan optimisme kanak – kanak yang mencerahkan.
Saya kadang – kadang bertanya – tanya, seperti inikah cermin pendidikan bangsa kita ? Di satu sisi kita memanjakan beberapa golongan dengan membanjirnya fasilitas yang bisa mempermudah hidup mereka seperti mobil dan rumah dinas serta berbagai tunjangan hidup lainnya di luar gaji pokok, namun di sisi lain kita mengabaikan fasilitas – fasilitas pendidikan yang sebenarnya merupakan aset masa depan bangsa kita. Bagaimana kita bisa menjadi bangsa yang sukses seperti Cina dan Jepang kalau pendidikan kita tak pedulikan. Fasilitas tidak hanya melulu secara fisik berupa bangunan gedung, namun juga beasiswa untuk membantu anak – anak yang kurang mampu secara finansial.
Saya ikut sedih melihat Lintang yang tidak bisa melanjutkan sekolahnya padahal dia adalah anak jenius yang terlahir dari keluarga miskin di pesisir Pulau Belitung. Saya mengagumi semangatnya bersekolah meski dia harus menempuh jarak pulang pergi sejauh 80 km dengan mengendarai sepeda butut dan harus melintas sungai yang penuh dengan buaya. Betapa sedihnya saya bila membandingkan dengan anak – anak muda sekarang yang terlahir dengan kondisi berkecukupan namun malas belajar. Saya pun ikut terbawa khayalan liar Mahar, tokoh anak yang punya bakat dalam bidang seni dan hal – hal berbau klenik. Bahkan saya pun ikut tertawa ketika Tulak Bayan Tula seorang dukun terkenal yang dimintai tolong oleh Mahar dan Flo agar nilai rapornya bagus namun sang dukun malah menjawab “ Bila ingin pintar, buka buku, belajar”. Ada banyak pengalaman – pengalaman lucu, menarik, kadang membuat saya terharu, menangis bahkan tertawa ketika membaca buku ini.
Dari buku – buku di atas, seolah saya sedang membaca buku tentang pengembangan diri yang inspiratif, mampu menggerakan dan mencerahkan, dahsyat dengan bahasa yang sederhana namun tidak menggurui tapi kaya akan makna. Seperti belajar tentang kehidupan yang bersumber dari kehidupan itu sendiri.
Membaca buku Laskar Pelangi saya bersyukur bahwa nasib saya tidak setragis Lintang, si cerdas jenius yang terpaksa putus sekolah karena kekurangan biaya dan harus menjadi tulang pungung keluarga, meski dulu saya pun harus berjibaku, menerima berbagai macam pekerjaan sambilan agar bisa meneruskan kuliah. Agaknya, tokoh Ikal dalam buku tersebut seperti mewakili saya. Terutama keras kepala dan tekat dia untuk tetap bersekolah. Masih teringat saya, ketika masa kuliah dulu saya nyambi bekerja di sebuah wartel dan rental komputer, mengetik skripsi dan tesis pelanggan hingga jam 2 malam, sementara keesokan harinya saya harus berkuliah. Melupakan masa hura – hura bersama teman – teman, pulang kuliah langsung cabut bekerja hingga malam. Untungnya saya sempat mendapat beasiswa dari The Japan Foundation selama satu tahun yang cukup meringankan beban saya dan keluarga.
Sewaktu saya menonton acara Kick Andy dan Andrea Hirata si penulis Laskar Pelangi diwawancarai oleh Andy F Noya, saya seperti melihat diri saya dalam dirinya. Ada satu titik dalam hidupnya yang membuatnya ingin menjadi penulis, yaitu ketika dia melihat Ibunda Guru Muslimah berpayungkan daun pisang dalam hujan yang lebat dan pergi ke sekolah untuk mengajar murid – muridnya. Dia ingin menulis kisah perjuangan gurunya tersebut. Tepat seperti kata Gde Pramana yang juga hadir dalam acara itu yang mengatakan bahwa buku Laskar Pelangi adalah wujud cinta dan hormat seorang murid kepada gurunya. Sedangkan saya, ingin menjadi penulis ketika kelas 6 SD saya menemukan buku harian almarhumah ibu. Saya ingin menjadi penulis karena menghormati ibu saya yang hanya sebentar saya lihat di dunia ini.
So, read this book and get inspired !!.

Cinta Sunyi

Aku senang sekali mendengarkan suara hujan di malam hari ketika aku sendiri dan suasana hening hanya suara air menimpa atap dan jalanan di depan rumah. Membaui aroma tanah dan rerumputan basah. 
Hiburanku satu-satunya hanya laptopku dan musik dari MP3 player. Kadang-kadang aku membaca buku hingga larut malam ketika aku tak bisa tidur. Sementara untuk acara kencan di malam minggu aku tak punya. Sesekali beberapa teman laki-laki mengajakku pergi, tapi jarang kuterima.
Seperti sabtu malam ini, hujan kembali turun. Aku terjaga di depan mejaku, kubuka jendela lebar-lebar, sambil menikmati secangkir kopi panas, aku melihat ke bawah. Sepasang remaja berusaha berteduh dari hujan dengan sebuah jaket milik sang cowok. Aku tersenyum.
Mereka mungkin bisa jadi telah mengalami berulang kali patah hati sebelum akhirnya menemukan cinta sejatinya.
Aku jadi teringat Eliza, sahabatku semasa sekolah dulu. Eliza cantik, bahkan nyaris sempurna dan juga pintar. Kulitnya putih bersih, rambutnya coklat kemerahan seperti cewek bule, matanya ? beautiful brown eyes yang bisa bikin para lelaki tergila-gila padanya. Menurutku dia mirip artis cilik Shirley Temple bahkan dalam usianya yang sudah bukan remaja lagi. Iseng-iseng aku dan Eliza menelusuri silsilah keluarganya. Pantes bau bule, buyutnya keturunan kompeni eh Belanda ding. Kadang-kadang bila sedang berjalan di sampingnya aku merasa jadi si itik buruk rupa. Tapi kata teman-temanku yang lain, aku lebih mirip bodyguard daripada itik.
Seharusnya dengan wajah cantik, hati yang baik dan otak yang encer Eliza bisa punya pacar, hanya anehnya hingga kini dia masih belum punya pacar tetap, hanya Tuhan Yang Maha Tahu kenapa tak satupun dari semua laki-laki yang pernah dekat dengannya menjadi pacarnya. Apa yang salah ? Entahlah.
Cinta memang kadang berlaku di luar logika. Cinta memang bukan matematika, satu ditambah satu sama dengan dua. Apa yang mungkin terjadi menurut nalar, bisa jadi mustahil kalau sudah berhubungan dengan cinta. Bahkan Lia yang sebenernya nggak cantik-cantik amat, nggak pinter banget eh malah punya suami dokter.
Kadang kupikir barangkali Eliza yang terlalu pemilih, terlalu idealis bahkan pernah kukatakan padanya seharusnya Eliza mencintai orangnya bukan deskripsi. Simak saja apa yang diinginkannya dalam diri laki-laki pilihannya, baik, ganteng, putih, tinggi, pinter dan berkacamata. Barangkali dia lebih cocok dengan mister Jambul, si Jepang gila rekan kerjaku yang lebih suka kupanggil Jambul daripada nama aslinya karena rambutnya berjambul seperti ayam jago. Aku tak menyalahkan Eliza, semua orang berhak memiliki seseorang yang diidamkan, bahkan aku pun punya penggambaran laki-laki yang aku inginkan jadi pasangan hidupku kelak.
Tapi yang aku kagumi dari Eliza, meski sering berganti pasangan dan sesekali putus nyambung dengan pacar-pacarnya, Eliza tetap ceria. Kadang-kadang memang aku nggak ngerti dengan kegilaan temenku cewek satu ini. Hari ini putus cinta, besok sudah ketawa-ketawa lagi, hari berikutnya sudah jalan dengan yang lain lagi, seolah tidak ada beban hidup yang berat buatnya. Hidupnya itu bagai air yang mengalir, jalanin aja apa adanya, gitu prinsipnya.
Cinta yang bertepuk sebelah tangan memang menyakitkan. Namun lebih menyakitkan lagi bila saling mencintai namun tak bisa bersama.
Sesekali Eliza bersedih hati ketika dia bener-bener cinta mati dengan sang lelaki, namun ternyata bertepuk sebelah tangan, si lelaki Cuma menganggapnya teman ( tapi kok mereka mesra ya..), atau ketika mereka saling menyayangi, ada saja hal yang membuat mereka terpaksa harus berpisah.
Aku tak pernah keberatan menjadi teman curhatnya. Ada persamaan antara aku dan Eliza, sama-sama tak punya pacar, jadi malam minggu kami selalu bersama. Kadang-kadang aku ke rumahnya dan kita ngobrol berjam-jam, atau Eliza datang ke tempatku. Eliza pernah bertanya padaku kenapa aku bisa sesantai ini meski tak ada pacar.
“Tidakkah kamu ingin disayang dan diperhatikan seseorang ?”, tanya Eliza padaku suatu saat.
“Pacar itu penting ya ?”, aku malah balik bertanya yang kemudian malah menuai timpukan bantal, buku dan bolpen dari Eliza.
Sesekali aku memang ingin diperhatikan dan disayang seseorang, misalnya salah satu dari teman laki-laki yang selama ini dekat denganku. Tapi aku mungkin memang orang aneh seperti yang dikatakan Eliza padaku karena aku tak pernah menuntut untuk dijadikan pacar atau menjadikan mereka pacar. Mencintai dan dicintai itu kan nggak harus saling memiliki dan dimiliki, argumenku ketika Eliza menanyakan alasanku men-jomblo semasa sekolah dulu. Lagi pula aku dulu terlalu berambisi menjadi seorang penulis, jadi waktuku lebih banyak kupakai untuk banyak membaca buku, belajar menulis pada guru sastra Indonesia, jalan-jalan atau mengurusi mading sekolah. Lagi pula sebagian besar laki-laki yang dekat denganku lebih sering kujadikan sumber inspirasi puisi atau cerpenku. Mereka adalah orang-orang yang unik dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
“Sialan luh”, kata Eliza setelah mendengar alasanku dekat dengan mereka.
“Lho, emang salah ? Lha wong para cowok pelukis biasa dekat obyek lukisnya supaya lukisan mereka ‘hidup’, mana kadang-kadang disuruh bugil lagi, aku kan nggak sampe segitunya nyuruh mereka bugil”. Eliza tertawa ngakak lalu menjitak kepalaku.
Kukira, kalau seluruh kisah cinta Eliza dikumpulkan bisa jadi sebuah buku atau novel.
Kisah cinta pertama Eliza. Kami masih terlalu muda saat itu, awal masa remaja yang indah. Hingga kini aku masih saja selalu penasaran kenapa pada masa itu ada sebutan cinta monyet bukan ayam atau beruang ( emang yang bisa bercinta Cuma monyet doang ? )
Laki-laki itu bernama Dewa, laki-laki kelahiran pulau Dewata Bali, manis, pintar, baik, berkacamata ( walau tak berkulit putih ), apalagi dia punya suara merdu yang menjadikannya juara pertama lomba menyanyi di sekolah. Hampir semua teman perempuan menggilainya, terutama Eliza, kecuali aku yang saat itu sedang dekat dengan Joe, si pujangga sekolah yang terkenal dengan puisi-puisinya yang romantis dan banyak digilai cewek pula. Eliza dan Dewa memang cukup sering bertemu karena mereka satu kelompok belajar dan aku yakin sekali saat-saat yang dinantikan Eliza adalah ketika mereka belajar bersama. Aku barangkali memang tak terlalu pintar matematika dan agak payah dalam pelajaran fisika, tapi aku cukup jeli menangkap kedekatan mereka.
“Sejelas kamu melihat pensil ini, El”, kataku ketika Eliza bertanya bagaimana aku bisa tahu perasaannya pada Dewa sebelum Eliza sempat curhat denganku. Namun sayang, semuanya berakhir ketika kami lulus dan berpisah seiring dengan perbedaan keyakinan antara Dewa dan Eliza. Dewa dan aku masih satu sekolah, namun Eliza tidak. Jadi sesekali Eliza masih meminta informasi kepadaku dengan siapa Dewa sekarang berhubungan. Barangkali Eliza masih menyimpan kenangan manis pahit itu. Meski demikian ‘life must go on’, di sekolahnya yang baru Eliza telah menemukan pengganti Dewa, meski kembali tak satupun yang jadi pacar tetap hingga lulus SMA.
Laki-laki itu makhluk yang susah dimengerti apa maunya. Egois dan inginnya menang sendiri. Kadang kupikir kenapa Tuhan menciptakan mereka untuk kami para perempuan. Tapi seperti matahari yang kadang bersinar terik menjengkelkan, kami akan selalu membutuhkan mereka.
Satu lagi laki-laki hadir dalam kehidupan Eliza. Irul, teman kuliahnya di Sastra Inggris. Dia mungkin laki-laki yang baik dan penuh perhatian namun kadang lidahnya nyinyir seperti nenek-nenek. Entah apa yang diharapkannya dari perempuan. Irul memang care, sekaligus cerewet untuk urusan penampilan. Dia tak akan segan-segan mengomentari Eliza yang tomboy seperti aku atau terlalu ramah dan terbuka dengan teman-teman laki-laki lainnya. Kenapa cinta bisa menjadi belenggu ?. Tak terbayangkan oleh Eliza sebelumnya mereka akan terjebak cinta segitiga ala anak kuliahan.
Dengan dalih ingin kerja sambil kuliah, Eliza memilih kuliah malam, beda denganku yang siang-siang berkejaran dengan bus kota dan terik matahari, Eliza kadang-kadang harus nebeng mobil teman takut kemalaman. Dan itu menjadi awal hubungan Eliza dengan Irul.
Berawal dari acara pinjam buku, menyelesaikan assigment, cari buku bareng di perpustakaan, pulang bersama dan lain-lain mereka makin akrab. Apalagi Irul cukup manis, tinggi, gentleman, agak putih dan berkacamata. Komplit sudah sesuai kriteria pria idaman Eliza, karena itu Eliza rela ‘dipermak’ Irul. Eliza mulai berubah dari cara bicara, berpakaian dan sikap. Lebih feminin. Mungkin itu perubahan ke arah yang lebih baik. Tapi menurutku, tak perlu menjadi orang lain untuk bisa dicintai. Just love the way you are .
Lalu datanglah mimpi buruk itu. Irul berterus terang kalau dia sudah bertunangan dan masih berhubungan dengan mantan pacarnya yang dulu. Dan konyolnya dia berkata kalau sebenarnya ia ingin kembali dengan mantan pacarnya, pertunangan itu adalah rekayasa keluarga. Dan di mana Eliza ? siapa Eliza baginya ?. lagi-lagi Eliza harus patah.
Barangkali petualangan Eliza yang paling gila adalah ketika ia jatuh cinta pada seorang laki-laki yang sekalipun tak pernah bertemu dengannya. Cuma via SMS. Love is blind ? Atau cerita cinta ala Kahlil Gibran dan May Ziadah kembali berulang ?
Berawal dari sahabatku yang iseng menjodohkan Eliza dengan Dion, si playboy kampusku. Gayung bersambut, setelah saling bertukar nomer handphone, Eliza dan Dion pun saling kontak. Mulai dari SMS sekedar iseng bertanya kabar hingga yang isinya agak nyerempet ke arah serius, mereka janji untuk bertemu.
Aku sendiri tak yakin dengan hubungan jarak jauh semacam ini. Apalagi mereka belum pernah bertemu ditambah dengan reputasi Dion yang bagiku agak meragukan.
“Gimana kalau misalnya Dion itu jelek nggak ketulungan, panuan, berkutu dan lain-lain “, tanyaku.
“Katamu love is not just a physical attraction ? “, kata Eliza sambil cengengesan.
Tapi hari demi hari Dion berhasil meyakinkan Eliza kalau mereka sedang menuju ke arah hubungan yang serius meski belum punya kesempatan untuk bertemu langsung. Setiap kali mereka akan bertemu selalu saja ada halangan. Yang Dion harus mengantar kakaknya pergi keluar kota, ibunya sakit, teman lagi butuh bantuannya.
“Kucing tetangga beranaklah”, tambahku lagi ketika Dion membatalkan sekali lagi kencan mereka.
“Kamu yakin El, atas kesungguhan Dion ?”, tanyaku dan Eliza mengangguk mantap, aku Cuma bisa angkat bahu.
Dengan bantuanku, mereka bertukar foto, aku sampai tegang menanti reaksi Eliza setelah melihat tampang Dion yang jauh dari kriteria ‘perfect’ seperti yang Eliza inginkan. Cuma yang bikin aku heran, cowok yang termasuk kriteria ‘biasa-biasa’ ini ternyata digilai banyak perempuan di kampus.
Dan Eliza bisa menerima begitu saja. Ini keajaiban. Cinta memang ajaib sekaligus membingungkan.
Apa yang terjadi dengan Dion, sungguh di luar dugaanku. Sekali lagi ini adalah keajaiban, ternyata Dion malah mundur dan menghilang begitu saja dari kehidupan Eliza.
“Eliza terlalu cantik buatku”, begitu katanya padaku ketika kutanya kenapa dia pergi meninggalkan Eliza.
Aku mengerutkan dahi, berpikir keras, alasan apapula ini ?
”Bukannya kamu Cuma ingin memperpanjang daftar perempuan yang sudah kau buat patah hati ?”, tanyaku lagi
“Runa, kamu kok sinis banget sih!”. Setelah itu Dion pergi meninggalkanku dalam ketidakmengertian.
Itu adalah tamparan telak yang paling dirasakan Eliza, sekaligus membukakan mataku bahwa kesempurnaan fisik bukan segalanya. Eliza sempat kehilangan rasa percaya dirinya. Dia yang selama ini dianggap ratu, baik, cantik dan pintar ternyata ditolak oleh laki-laki biasa seperti Dion.
Laki-laki itu makhluk rumit serupa teka-teki yang sulit ditebak.
“Bukan salahmu El, Dion aja yang goblok. Emang di dunia ini persentase laki-laki bodoh dan pinter nggak jauh beda, sama banyak”.
Ketika Eliza bersedih hati, aku berusaha menghiburnya. Kata orang bijak, ketika pintu kebahagiaan yang satu tertutup, pintu yang lain dibukakan oleh-Nya. Meski Eliza belum memiliki pasangan hingga kini, tapi aku memintanya untuk yakin dan bersyukur atas apa yang telah dimilikinya sekarang. Fisik yang sempurna, keluarga dan teman-teman yang sangat menyayanginya. Meski dia pernah bertanya padaku suatu kali barangkali dia perlu diet, creambath, rebonding, pergi fitness atau ke spa, tampil seksi atau yang semacamnya, kukatakan padanya bahwa dia tak perlu memakai topeng untuk menarik perhatian laki-laki.
“Kita bukan merak yang kudu punya ekor yang bagus dan berwarna-warni untuk mendapatkan pejantan,” begitu kataku. Dan semua kejadian itu semoga tak berhenti membuatnya mencintai sesama. Meski cintanya sunyi tanpa gaung, tanpa gema.
Pagi ini ketika aku sedang mencabuti rumput liar di sela bunga- bunga di ‘rimba kecilku’, aku kembali mendengar sapaan centil itu
“Haii…..”.
Aku menoleh, Eliza ? dan olala…siapa lagi laki-laki yang sedang berdiri di sampingnya ?
“Stock baru ?”, tanyaku berbisik di telinganya. Eliza nyengir.
”Nemu di mana ?”, tanyaku lagi sambil melirik laki-laki itu.
”Ntar aku ceritain, sekarang ikut kami hang out yuk!”.
Jadilah hari itu aku harus menjadi obat nyamuk, istilah Eliza bila dia mengajakku jalan-jalan dengan pacarnya. Dia selalu meminta pendapatku bila ada laki-laki yang dekat dengannya. Kata Eliza dia percaya dengan instingku, apakah dia laki-laki baik atau tidak.
”Kalau kukatakan dia tidak baik, tapi kamu tetap cinta padanya gimana ?”, tanyaku
”Itu lain soal, dana bantuan politik saja bisa di mark-up, masak yang ini nggak bisa dibikin baik”, begitu komentarnya ringan.
Laki-laki itu namanya Rian, cukup manis dan lumayan enak untuk teman hang out dan ngobrol. Tapi kukatakan pada Eliza untuk tidak cepat-cepat jatuh cinta pada kesan pertama karena kita tidak pernah tahu apa yang ada di hati dan otak laki-laki. Namun itu adalah kelemahan Eliza, terlalu cepat percaya, terlalu cepat jatuh cinta dan terlalu mudah untuk dibuat jatuh cinta. Lagi-lagi cintanya berujung sunyi, karena Eliza harus kehilangan lagi.

Saturday 2 February 2008

Calo Berseragam

Ini adalah pengalaman saya ketika pada suatu hari saya membayar pajak motor saya di kantor SAMSAT Sidoarjo. Sempat lega karena akhirnya saya terbebas dari kepungan para calo dan dengan pe-denya saya mengurus sendiri. Sebenarnya simpel dan tidak memakan banyak waktu asal kita tahu prosedurnya dan berkas – berkas yang mesti kita bawa, termasuk sewaktu saya terpaksa juga harus mengganti STNK yang ancur gara – gara terendam di bak cucian, saya pun diarahkan oleh petugas resmi SAMSAT untuk mendatangi loket ini dan itu, bila ada pertanyaan harap mendatangi petugas di bagian informasi. Saya tidak ada kesulitan dengan semua itu, namun ada beberapa hal yang kemudian menjadi pertanyaan di benak saya. Benar kalau saya perlu menggesek nomer mesin sesuai ketentuan dan harus mendatangi bagian check fisik kendaraan tapi saya harus membayar sebesar 15 ribu rupiah pada petugas ( dia berseragam hitam dengan tulisan “CHECK PHISIK KENDARAAN ) dan waktu saya tanya namanya siapa katanya namanya Pak Blender ( ndak ada kuitansi tanda bukti untuk pembayaran check fisik kendaraan ), dan saya ndak bisa menggesek sendiri karena ada kertas khusus dari SAMSAT dengan tanda hologram. Kertas berhologram tersebut kemudian ditempel di sebuah kertas semacam formulir, namun anehnya petugas tersebut enggan menandatangani sekaligus menulis nama terangnya ketika saya minta. Kepalang tanggung karena toh akhirnya saya terjerumus dalam lingkaran mafia calo di SAMSAT meski saya berusaha untuk tidak terlibat, akhirnya saya pun mengikuti aturan permainan mereka.
Berikutnya ketika STNK sudah di tangan, saya check ternyata STNK saya yang rusak dianggap tak berlaku lagi dan saya diberi STNK baru dengan nomer baru pula. Tentu setelah itu saya harus mendapat plat nomer baru, sewaktu saya check di bagian workshop dan pengajuan plat nomer kendaraan ternyata persediaan plat nomer kendaraan sudah habis hingga satu bulan ke depan. Melihat saya yang sempat tertegun karena saya harus berpikir bagaimana motor saya nanti tanpa plat nomer resmi, bapak tadi yang mengaku bernama Pak Blender mendatangi saya dan memberikan penawaran kalau mengurusnya ke dia dalam waktu setengah jam sudah jadi sementara kalau mengurus sendiri harus menunggu hingga bulan depan. Saya jadi curiga, karena ingin tahu bagaimana dia mendapatkan plat nomer kendaraan sementara persediaan di kantor SAMSAT sudah habis untuk bulan ini ( baca attachement kliping koran berikut ini tertanggal 4 Januari 2008 ) saya akhirnya mengiyakan penawarannya. Waktu saya tanya berapa harganya, katanya kalau yang resmi sekitar 15 ribu rupiah dan karena saya khusus melalui Pak Blender saya harus menambah sekian rupiah untuk uang rokok katanya. Akhirnya kita deal, harganya 20 ribu rupiah.
Saya diminta menunggu kira – kira setengah jam lagi. Akhirnya saya pergi ke kantin dan mengamatinya dari sana. Sebelumnya Pak Blender telah mencatat NOPOL motor saya dan pergi ke bagian pengajuan plat nomer. Namun tak lama kemudian saya melihatnya pergi ke luar kantor, entah kemana dan sekitar 15 menit kemudian dia sudah kembali langsung menuju ke workshop SAMSAT. Saya akhirnya keluar dari kantin dan mendatangi dia yang berubah jadi kaget dan bilang kalau lupa sedang mengurus plat nomer saya. Akhirnya dia masuk lagi ke workshop. Lima belas menit kemudian dia sudah mendatangi saya dengan plat nomer baru sesuai dengan STNK saya yang terbaru. Saya bertanya darimana dia mendapatkan plat nomer baru itu padahal di sini sedang habis. Dia tidak bisa memberikan jawaban yang jelas dan waktu saya tanya lagi, apakah dia membuat plat nomer itu di luar ? Dia berkata bahwa dia ndak pernah membawa bahan plat nomer ke kantor, lagi pula plat nomernya kan harus ada cap dari kepolisian. Saya memeriksa plat nomer baru tersebut, memang ada capdan saya tidak melihat dia keluar dari kantor SAMSAT dengan membawa plat. Akhirnya karena saya sudah terlalu lama terlambat masuk kerja untuk mengurus pembuatan STNK baru maka saya pun buru-buru mengucapkan terima kasih dan meninggalkan dia. Bapak itu berpesan kalau memerlukan mengurus apa – apa supaya menghubungi dia lagi nanti. Saya pun mengiyakan.
Saya jadi ragu, apakah dia benar – benar petugas resmi SAMSAT atau calo ? Dan apakah pimpinan di kantor SAMSAT mengetahui permainan ini ?
Semoga kalo ada INTEL yang membaca tulisan di blog saya tentang hal ini tidak menuduh saya sedang melakukan tindakan subversif .