Semasa SD dulu, saya dan teman se-gank pernah ditanya apa cita – cita kami bila nanti dewasa. Ada dua orang yang menjawab dengan jawaban yang lumayan kontroversial untuk ukuran anak – anak saat itu. Kalau kebanyakan teman ingin menjadi dokter, pilot dan tentara, tapi saya menjawab ingin menjadi jurnalis dan seorang teman ingin menjadi astronot. Waktu itu saya tanya dia, astronot dan astrolog beda ya? Langsung saya ditimpuk teman lain karena dua pekerjaan tersebut berbeda jauh meski depannya sama – sama pakai kata ‘astro’. Astronot adalah orang yang pergi ke luar angkasa dan astrolog adalah orang yang menggunakan rasi bintang ( baca : aries, libra, gemini dsb ) untuk menentukan karakter dan apa yang terjadi di masa depan sesuai rasi bintang tersebut.
Waktu ditanya apa alasan saya ingin menjadi jurnalis, saya bilang saya punya dua alasan, satu alasan beneran, yang satu agak konyol. Alasan pertama karena saya suka pelajaran mengarang dan itu selalu dibuktikan dengan nilai pelajaran bahasa Indonesia yang lumayan bagus, beberapa kali mewakili Lomba Mengarang tingkat SD meski tidak pernah jadi juara pertama, cuma juara harapan, paling banter runner up. Selain itu karena saya ingin bepergian gratis dibayari kantor hehehe.....
Alasan konyol, karena saya nge-fans berat dengan Louis Lane, wartawati cantik yang jadi pacar Superman. Di dalam komiknya, diceritakan dengan jelas seluk beluk pekerjaan jurnalis mencari berita termasuk beberapa adegan berbahaya ketika Louis Lane nekat mendekati pihak musuh untuk mendapatkan berita yang akurat dan menarik. Saya memang sempat mengoleksi komik itu meski kini sudah hilang ketika kami sekeluarga terpaksa pindah rumah.
Kini saya tidak menjadi jurnalis ‘beneran’ ( walau masih suka nulis – nulis di blog dan bikin jurnal harian ), keluarga menentang keinginan saya menjadi jurnalis, sedangkan teman saya yang bercita – cita menjadi astronot tadi juga tidak berhasil ( tapi dia sukses ‘terbang’ ke Jepang mendapat beasiswa mulai S2 hingga S3 ). Saya dan dia punya kesamaan, suka menghayal dan berpetualang. Ketika dewasa kami bertemu dan mengenang masa – masa kecil yang lucu saat itu, mungkin ada baiknya kita tidak mendapatkan apa yang kita cita – citakan, karena bisa jadi pesawat ulak – aliknya hancur lebur sebelum mencapai angkasa dan dia tidak berkesempatan lagi bertemu keluarganya yang sangat membanggakannya karena dia adalah teman saya yang paling cerdas dan kini tengah menempuh pendidikan S3 di Jepang. Sedangkan saya, mungkin lebih baik saya tidak menjadi jurnalis karena mungkin saya akan diuber – uber aparat keamanan atau mati mengenaskan seperti beberapa jurnalis negeri ini. Apa yang kita cita – citakan memang kadang – kadang tak berbanding lurus dengan kenyataan karena manusia hanya berusaha sedangkan yang menentukan tetap Tuhan. Hanya sedikit teman yang cita – citanya menjadi kenyataan.
Ada yang membuat saya miris bila saya teringat dengan salah seorang teman. Dia bercita – cita menjadi polisi, saya tanya alasannya dia menjawab dengan sedih karena kakak sulungnya adalah pencuri ayam di kampungnya. Saya menatap matanya dalam – dalam, saya bisa merasakan rasa malu yang amat sangat yang terpaksa dipendamnya ketika mengetahui salah satu keluarganya melakukan pekerjaan haram tersebut. Hanya kepada saya dia bercerita tentang carut marut keluarganya. Di mata saya dia adalah laki – laki kecil sederhana yang hanya ingin menjadi seorang yang berguna meski terlahir dari keluarga miskin dan berantakan.
Lulus SD saya hampir tak pernah mendengar berita tentangnya lagi, yang saya dengar untuk terakhir kalinya, dia tidak meneruskan sekolah dan berjualan unggas di pasar. Saya bersyukur setidaknya dia tidak mengikuti jejak kakaknya menjadi pencuri ayam.
Seseorang pernah berkata kepada saya, buat apa punya cita – cita kalau tidak bisa menjadi kenyataan, jalani saja hidup karena Tuhan lebih tahu kita cocok menjadi apa. Saya terdiam, merenungkan kata – katanya. Mungkin dia takut kecewa atau pernah kecewa hingga dia lebih suka menjadi seseorang yang apatis dan pahit semacam itu.
Almarhumah nenek mengajarkan kepada saya bahwa cita – cita adalah do’a dan harapan. Tuhan akan melihat seberapa keras usaha kita berdo’a dan berharap, lalu mengabulkannya, kalaupun tidak dikabulkan, Tuhan akan menggantikannya dengan yang lebih baik, mungkin tidak lebih baik seperti harapan kita dan orang – orang lain melihat kita, tapi kita harus yakin bahwa inilah yang terbaik untuk kita.
Cita- cita menurut saya tidak harus berwujud dalam sebuah profesi atau pekerjaan tertentu. Bagus kalau kita ingin menjadi dokter karena ingin menolong orang yang sakit, lalu ketika kita tidak menjadi dokter apakah kita akan berhenti menolong sesama ? Apakah ketika seseorang gagal menjadi pilot dia akan berhenti membuat prestasi ? Apakah bila dia gagal menjadi presiden lalu jalan lain untuk menjadi pemimpin akan buntu ? Lihatlah jiwa dari setiap cita – cita. Mengapa dokter, pilot, tentara, perawat, presiden, gubernur dan lain – lain kerap dijadikan cita – cita ?. Seorang tentara atau aparat keamanan diperlukan karena dia akan menjaga lingkungan menjadi aman, nyaman dan tertib. Lalu ketika tidak bisa mencapainya apakah kita akan berhenti sampai di situ ? Tentu tidak. Profesi dan pekerjaan tersebut memang memberi kita jalan lapang agar kita menjadi seseorang yang ( dianggap ) berguna di masyarakat, namun menurut saya, tanpa profesi itupun, kita tetap mampu berguna bagi orang banyak. Seperti firman Tuhan, tak ada sesuatu pun yang diciptakan sia – sia di dunia ini bahkan kecoa dan nyamuk pun masih punya guna meski mereka bukan dokter, tentara atau bupati.
Saya memang gagal menjadi seorang jurnalis, namun saya masih memegang teguh prinsip seorang jurnalis untuk jujur dan menyampaikan kebenaran bagaimanapun caranya. Saya masih bisa menulis dan dibaca beberapa kawan meski tanpa bayaran atau tidak bisa pergi ke tempat – tempat yang saya ingin kunjungi. Namun di setiap kesempatan dimana saya bisa melakukan travelling, saya akan selalu menemukan angle dari setiap perjalanan dan kisah hidup seseorang. Lalu menulis sesuatu yang bisa sedikit menghibur orang yang membacanya. Teman saya yang tidak berhasil menjadi astronot, telah menjadi seorang explorer, menjelajah wilayah – wilayah baru yang sebelumnya belum pernah dia kunjungi dan membaginya lewat tulisan – tulisannya di blog.
Apakah anda masih punya cita – cita ?
Waktu ditanya apa alasan saya ingin menjadi jurnalis, saya bilang saya punya dua alasan, satu alasan beneran, yang satu agak konyol. Alasan pertama karena saya suka pelajaran mengarang dan itu selalu dibuktikan dengan nilai pelajaran bahasa Indonesia yang lumayan bagus, beberapa kali mewakili Lomba Mengarang tingkat SD meski tidak pernah jadi juara pertama, cuma juara harapan, paling banter runner up. Selain itu karena saya ingin bepergian gratis dibayari kantor hehehe.....
Alasan konyol, karena saya nge-fans berat dengan Louis Lane, wartawati cantik yang jadi pacar Superman. Di dalam komiknya, diceritakan dengan jelas seluk beluk pekerjaan jurnalis mencari berita termasuk beberapa adegan berbahaya ketika Louis Lane nekat mendekati pihak musuh untuk mendapatkan berita yang akurat dan menarik. Saya memang sempat mengoleksi komik itu meski kini sudah hilang ketika kami sekeluarga terpaksa pindah rumah.
Kini saya tidak menjadi jurnalis ‘beneran’ ( walau masih suka nulis – nulis di blog dan bikin jurnal harian ), keluarga menentang keinginan saya menjadi jurnalis, sedangkan teman saya yang bercita – cita menjadi astronot tadi juga tidak berhasil ( tapi dia sukses ‘terbang’ ke Jepang mendapat beasiswa mulai S2 hingga S3 ). Saya dan dia punya kesamaan, suka menghayal dan berpetualang. Ketika dewasa kami bertemu dan mengenang masa – masa kecil yang lucu saat itu, mungkin ada baiknya kita tidak mendapatkan apa yang kita cita – citakan, karena bisa jadi pesawat ulak – aliknya hancur lebur sebelum mencapai angkasa dan dia tidak berkesempatan lagi bertemu keluarganya yang sangat membanggakannya karena dia adalah teman saya yang paling cerdas dan kini tengah menempuh pendidikan S3 di Jepang. Sedangkan saya, mungkin lebih baik saya tidak menjadi jurnalis karena mungkin saya akan diuber – uber aparat keamanan atau mati mengenaskan seperti beberapa jurnalis negeri ini. Apa yang kita cita – citakan memang kadang – kadang tak berbanding lurus dengan kenyataan karena manusia hanya berusaha sedangkan yang menentukan tetap Tuhan. Hanya sedikit teman yang cita – citanya menjadi kenyataan.
Ada yang membuat saya miris bila saya teringat dengan salah seorang teman. Dia bercita – cita menjadi polisi, saya tanya alasannya dia menjawab dengan sedih karena kakak sulungnya adalah pencuri ayam di kampungnya. Saya menatap matanya dalam – dalam, saya bisa merasakan rasa malu yang amat sangat yang terpaksa dipendamnya ketika mengetahui salah satu keluarganya melakukan pekerjaan haram tersebut. Hanya kepada saya dia bercerita tentang carut marut keluarganya. Di mata saya dia adalah laki – laki kecil sederhana yang hanya ingin menjadi seorang yang berguna meski terlahir dari keluarga miskin dan berantakan.
Lulus SD saya hampir tak pernah mendengar berita tentangnya lagi, yang saya dengar untuk terakhir kalinya, dia tidak meneruskan sekolah dan berjualan unggas di pasar. Saya bersyukur setidaknya dia tidak mengikuti jejak kakaknya menjadi pencuri ayam.
Seseorang pernah berkata kepada saya, buat apa punya cita – cita kalau tidak bisa menjadi kenyataan, jalani saja hidup karena Tuhan lebih tahu kita cocok menjadi apa. Saya terdiam, merenungkan kata – katanya. Mungkin dia takut kecewa atau pernah kecewa hingga dia lebih suka menjadi seseorang yang apatis dan pahit semacam itu.
Almarhumah nenek mengajarkan kepada saya bahwa cita – cita adalah do’a dan harapan. Tuhan akan melihat seberapa keras usaha kita berdo’a dan berharap, lalu mengabulkannya, kalaupun tidak dikabulkan, Tuhan akan menggantikannya dengan yang lebih baik, mungkin tidak lebih baik seperti harapan kita dan orang – orang lain melihat kita, tapi kita harus yakin bahwa inilah yang terbaik untuk kita.
Cita- cita menurut saya tidak harus berwujud dalam sebuah profesi atau pekerjaan tertentu. Bagus kalau kita ingin menjadi dokter karena ingin menolong orang yang sakit, lalu ketika kita tidak menjadi dokter apakah kita akan berhenti menolong sesama ? Apakah ketika seseorang gagal menjadi pilot dia akan berhenti membuat prestasi ? Apakah bila dia gagal menjadi presiden lalu jalan lain untuk menjadi pemimpin akan buntu ? Lihatlah jiwa dari setiap cita – cita. Mengapa dokter, pilot, tentara, perawat, presiden, gubernur dan lain – lain kerap dijadikan cita – cita ?. Seorang tentara atau aparat keamanan diperlukan karena dia akan menjaga lingkungan menjadi aman, nyaman dan tertib. Lalu ketika tidak bisa mencapainya apakah kita akan berhenti sampai di situ ? Tentu tidak. Profesi dan pekerjaan tersebut memang memberi kita jalan lapang agar kita menjadi seseorang yang ( dianggap ) berguna di masyarakat, namun menurut saya, tanpa profesi itupun, kita tetap mampu berguna bagi orang banyak. Seperti firman Tuhan, tak ada sesuatu pun yang diciptakan sia – sia di dunia ini bahkan kecoa dan nyamuk pun masih punya guna meski mereka bukan dokter, tentara atau bupati.
Saya memang gagal menjadi seorang jurnalis, namun saya masih memegang teguh prinsip seorang jurnalis untuk jujur dan menyampaikan kebenaran bagaimanapun caranya. Saya masih bisa menulis dan dibaca beberapa kawan meski tanpa bayaran atau tidak bisa pergi ke tempat – tempat yang saya ingin kunjungi. Namun di setiap kesempatan dimana saya bisa melakukan travelling, saya akan selalu menemukan angle dari setiap perjalanan dan kisah hidup seseorang. Lalu menulis sesuatu yang bisa sedikit menghibur orang yang membacanya. Teman saya yang tidak berhasil menjadi astronot, telah menjadi seorang explorer, menjelajah wilayah – wilayah baru yang sebelumnya belum pernah dia kunjungi dan membaginya lewat tulisan – tulisannya di blog.
Apakah anda masih punya cita – cita ?
Manusia yang memindahkan gunung memulainya dengan memindahkan batu – batu kecil
Pepatah Cina
No comments:
Post a Comment