Pemesanan Produk Oriflame :
Hubungi saya, NIKEN via SMS/Whatsapp Msg di 085643172023, Telp : 08885210403

Cara Order : SMS kan nama atau kode barang dan jumlah beserta alamat pengiriman. Jumlah total pembayaran termasuk ongkir akan diinformasikan.

Barang yang dipesan akan dikirim sesuai alamat yang anda berikan setelah melakukan transfer melalui rek BCA.

Harga berubah sesuai Katalog terbaru.

#KELUHAN TENTANG PEMAKAIAN PRODUK YANG DIBELI SELAINDAI BLOG, SILAHKAN DITUJUKAN KE COSTUMER CARE ORIFLAME CABANG TERDEKAT

Monday 3 March 2008

A Japanese Lesson 1

I’m very glad that Aonuma-san ( he was Logistic Manager in Achilles Corp ), has plenty of time to teach me some famous japanese words I never get it before when I was in college to learn Japanese. His English is excellent so he can teach me and Hari, my colleague, those nice words
Every weekend he will send us an email content of those famous words, see below

Lesson no. 1
今日はさむいですか。Kyou wa samui desuka ? ( is it cold today ? )This word I used to say to the Japanese people I met. But Aonuma-san has taught me other words to express the same thing.
In Japan, a cold day continues by this winter. The temperature of this morning of the factory area is below the freezing point. I today pick up a Japanese dialect in this leasson.
"SAMUI" さむい means "cold" in English, and it is said "SHIBARERU" しばれる or "CYAPPUI"ちゃっぷいin the dialect. These words are used as follows: Is it cold today? -->"Kyou wa chappui?" 今日はちゃっぷい。 or "Kyou wa shibareru?"今日はしばれる。

Lesson no. 2
This week's lesson is the word which is used well by beautiful female high school students in Japan.
"Bimyo"びみょ - びみょ~ or ビミョ~ or It's in the gray area./So-so.../Can't tell!/I don't know about that!, a former plan is not yet fixed, and it is a colloquialism to be able to use immediately at time when it is not possible for an answer when anything is uncertain and is doubtful.

Lesson no. 3
Today's Japanese Lesson is: "Obei ka!おべいか。" (pronounced "oh-bay-car!")"Obei ka!", おべいか。 is the catchphrase of a Japanese comedy duo Taka and Toshi,who began their career in 1994 and finally became very popular last year.
"Obei ka!" おべいか。 literally means "You're not from the Western society!", but to make it sound more simple, let's just say "You are not an American!" in this article. In a typical Taka and Toshi skit, Taka acts as if he was an American. Then Toshi tells him not to be silly by saying "Obei ka! おべいか。(You are not an American!)" because they are both, obviously, Japanese and not American.

BEKERJA DENGAN CINTA

Ada satu kalimat bijak yang pernah mengganggu pikiran saya, seorang pujangga besar Kahlil Gibran yang mengatakannya bahwa Bekerja adalah cinta yang mengejawantah. Pikiran saya melompat – lompat gelisah berusaha menemukan penafsiran dari kata – kata di atas. Dan saya baru menemukan penafsirannya ketika saya sudah bekerja di perusahaan ini selama hampir 6 tahun.
Ini adalah penafsiran saya sendiri, jadi kalau ada yang kurang berkenan atau dianggap meracau, mohon dimaklumi.
Memang benar, kita harus bekerja dengan suka cita ( meski gaji kurang memuaskan hehehe ), setidaknya menanamkan dalam pikiran bahwa saya relatif lebih beruntung daripada pengangguran yang ndak punya kerjaan sekaligus penghasilan, namun ada satu hal yang saya temukan ketika bekerja dengan teman – teman. Berapa banyak mereka yang bekerja hanya mendapatkan uang atau gaji yang tak seberapa dan pujian dari atasan namun hanya itu yang mereka peroleh. Bekerja untuk mendapatkan pahala. Ini satu dobrakan dan inovasi baru kata teman saya. Maksudnya ?
Yang sudah pernah merasakan iklim kompetisi bekerja di perusahaan apalagi perusahaan multinasional tentu tahu bahwa selalu ada intrik dan politik di kantor demi mendapatkan perhatian atasan, teman dan posisi bagus. Namun berapa orang di antara mereka yang bisa mendapatkan semua itu dengan jalan yang legal, halal dan benar ? Saya tidak sedang menghakimi seseorang atau orang – orang yang mendapatkan apa yang diinginkannya dengan cara apapun termasuk mendepak teman, menjelek-jelekkan teman lain di depan atasan demi sebuah penghargaan, fasilitas atau kenaikan jabatan, sementara orang lain yang telah bekerja sangat keras dan jujur malah tidak mendapatkan apa – apa selain perasaan kecewa karena kurang dihargai hingga akhirnya dia memilih untuk mengundurkan diri. Itu wajar, karena kebutuhan untuk dihargai keberadaannya melalui apa yang ia lakukan adalah kebutuhan yang mendasar dari seorang manusia.
Mungkin orang menyebut dia sebagai orang yang kalah, namun bagi saya tidak, dia telah memperjuangkan harga diri dan keyakinan bahwa dia harus bekerja dengan benar dan mendapatkan penghargaan dengan cara yang benar pula. Manusia sering salah dalam memberikan penilaian namun saya sangat yakin bahwa Tuhan tidak pernah salah menilai hamba-Nya. Jadi saya sering pura – pura budeg kalau ada teman yang menggosip kekurangan orang lain seolah – olah dia sendiri tak punya kekurangan. Lebih suka menyendiri main game atau menulis untuk blog bila jam istirahat meski kadang – kadang saya juga bersosialisasi dengan rekan kerja namun tidak untuk menggosip yang tidak ada gunanya.
February kemarin yang bertepatan dengan hari Valentine, salah satu departemen di perusahaan saya memperingatinya dengan mencanangkan hari Work with Love. Cukup unik dan orisinal meski sayang tak ada penjelasan apapun tentang maksud slogan itu, malah cenderung seremonial karena semua pekerja memakai aksesori serba pink.
Bekerja dengan cinta kepada Tuhan bukan kepada perusahaan, karena apabila kita bekerja karena cinta kepada Tuhan maka insya allah kita akan senantiasa bersikap dan berkata benar. Sedangkan cinta kepada perusahaan cenderung membuat kita terpacu untuk mendapatkan gaji sebesar – besarnya dan posisi setinggi – tingginya dengan cara apapun lalu ketika kita tidak mendapatkan gaji dan fasilitas yang sesuai dengan harapan kita kecewa. Saya tidak melarang anda untuk mencintai perusahaan tempat anda bekerja, karena itu juga bisa memacu produktivitas kerja dan anda memang digaji untuk bekerja dengan sebaik – baiknya demi perusahaan. Karena cinta kepada para customerlah maka saya mampu bertahan di departemen saya, memberikan pelayanan yang terbaik, meski beberapa orang sempat keluar dan masuk karena berbagai alasan mulai dari gaji dan fasilitas yang kurang memadai hingga tidak tahan bekerja under pressure. Ada sedikit kebahagiaan bila saya melihat para customer tersebut senang dan merasa terbantu dengan apa yang saya lakukan.
Yang sangat perlu diingat adalah, di akhirat nanti anda akan dimintai pertangunggjawaban atas semua yang pernah anda lakukan selama hidup di dunia termasuk dalam bekerja. Menurut saya , sungguh merugi orang – orang yang bekerja hanya mendapatkan uang gaji yang cuma segitu – gitunya, posisi yang mungkin paling tinggi adalah manager atau chief tanpa mendapat tambahan pahala. Ada banyak hal yang bisa membuahkan pahala di tempat kerja, tidak cuma ibadah seremonial seperti sholat wajib dan sunah , namun beberapa diantaranya adalah bersikap baik dan jujur, ikhlas membantu teman bila mereka membutuhkan bantuan, bersikap baik dan santun kepada sesama teman maupun atasan. Tidak hanya di perusahaan saja bekerja demi mendapat pahala harus dilakukan, namun termasuk ketika berbisnis sendiri atau dengan orang lain.

Cerita tentang pemutih muka dan raga

Beberapa kali saya merasa agak terganggu dengan iklan pemutih muka. Di iklan itu diceritakan seorang laki – laki yang akhirnya kembali ke pacar lamanya karena pacarnya itu kini mukanya sudah putih dan cantik. Begitu seolah citra yang ingin di sampaikan oleh iklan tersebut, kalau ingin merebut hati cowok, pakai saja pemutih wajah, dijamin kalau sudah putih pasti sang cowok bakalan naksir berat. Juga sebuah iklan lain yang mengatakan sewaktu dia masih berkulit gelap, tak ada cowok yang mendekati namun setelah memakai pemutih dan kulitnya jadi terang, banyak cowok mendekatinya serupa semut mengerubuti gula.
Perempuan memang mahal, kata seorang teman saya. Mungkin iya, itu juga karena citra yang telah lama disampaikan oleh masyarakat, jadi jangan salahkan seratus persen si cewek. Bagaimana tidak, sejak dulu citra perempuan sempurna adalah berkulit putih dan mulus, bertubuh langsing, berambut panjang lurus ( ndak ikal atau keriting ), hidung mancung, jari lentik dan sebagainya. Kasihan juga yang tidak memenuhi kriteria tersebut termasuk saya hehehe.....
Cerita tentang pemutih wajah membuat saya teringat dengan seorang teman kuliah, anak Kalimantan yang merantau ke Surabaya dan ditakdirkan menjadi teman.
Waktu itu sekitar tahun 1996 ada sebuah produk pemutih wajah yang diiklankan bisa memutihkan wajah. Teman saya tadi tertarik mencobanya. Karena ayahnya bekerja di sebuah kilang minyak di Kalimantan, tentu tidak susah meminta jatah uang kuliah lebih dari biasanya demi impian bisa tampil seputih putri salju. Ternyata proses pemutihannya mengerikan menurut saya, karena setelah dia menjalani facial dan memakai krim ini itu, kulit mukanya memerah dan mengelupas ( nyaris mirip luka bakar ), hingga terlihat kulit berikutnya yang putih. Mirip kulit bawang yang kering mengelupas, maka kelihatan kulit di bawahnya yang seharusnya belum waktunya menggantikan kulit luar Apalagi pantangannya adalah tidak boleh berpanas – panas terkena matahari, kulitnya berubah menjadi sangat sensitif. Mana bisa untuk saya ? Matahari adalah sahabat saya sehari – hari.
Namun yang menyedihkan sekaligus menggelikan, sesudah usahanya mengelupaskan kulit hitamnya itu ternyata kulit putihnya tidak bertahan lama. Sebentar kemudian kulitnya kembali hitam seperti sedia kala, sampai – sampai teman – teman menasihatinya “sudahlah, ndak usah yang aneh – aneh, kalau sudah hitam ya terima aja”. Teman saya tadi sempat mendongkol, tapi lama – lama dia bisa menerima. Saya pun sebenarnya punya keinginan ingin putih, namun syukurlah tidak terlalu menggebu – gebu seperti teman saya tadi hingga harus rela kulitnya mengelupas. Saya katakan padanya, kenapa dia berfokus pada hal – hal yang tidak mungkin dia ubah, karena Tuhan pasti lebih tahu dia lebih baik berkulit hitam daripada putih ( lagipula gen alias keturunan dia kan berkulit hitam, kalau adiknya ternyata lebih putih itu kan karena dia tinggal di pedalaman Kalimantan bukan seperti dia yang berpanas – panas di Surabaya ). Setelah itu dia agak berubah sedikit, hobi dandannya masih tapi sudah tak terobsesi lagi memiliki kulit putih ( mungkin juga karena melihat saya yang sok pe-de berkulit cokelat dan bisa gaul dengan orang – orang dari segala kasta dan gender ), akhirnya setelah lulus kuliah dan punya uang lebih, dia meneruskan ke S2. Mending-lah uangnya buat sekolah lagi daripada buat mengelupas kulitnya.
Kini produk pemutih makin banyak dengan efek samping yang lebih kurang tidak lagi menggenaskan seperti dulu. Namun saya jadi berpikir – pikir lagi segitu pentingkah pemutih wajah dan raga sebagai pemikat lawan jenis dan alat untuk mencapai cita – cita ? Tampil menarik memang menjadi keinginan banyak orang termasuk pula saya. Wajar. Tapi kalau untuk mendapatkan penampilan yang menarik lalu mati-matian berusaha mengubah ciptaan Tuhan, apa itu bisa dibenarkan ? Mungkin saya sok usil karena mengurusi hal yang kadang dianggap remeh temeh ini, tapi masalah ini menurut saya ada hubungan dengan pencitraan diri seperti yang diinginkan oleh media dan masyarakat. Saya sedih lihat usaha teman saya tadi yang mati – matian berusaha mempermak dirinya, lupa bahwa ada something inside yang seharusnya lebih penting untuk dipermak, hati dan cara berpikir. Kalau hati sudah cantik, sikap kitapun akan cantik dan positif, sedangkan kecantikan fisik lebih membuat kita untuk berpikir bagaimana caranya kita bisa cantik luar, bahkan bila perlu ke dukun pasang susuk. Lagipula cantik fisik itu relatif, dalam artian karena dia tidak abadi meski beberapa orang mendapat anugerah tetap cantik di usia tua juga karena definisi cantik seorang perempuan berbeda satu sama lain. Ada yang secara fisik biasa – biasa saja, namun lama – lama kalau dilihat kok manis juga, ada yang sangat cantik bahkan nyaris sempurna tapi karena cemberut melulu dan sok jaim malah tidak disukai pria.
Tubuh memang perlu dirawat karena dia adalah anugerah sang Kuasa. Sudah saatnya kita, memulai dari diri sendiri untuk berani memutarbalikkan opini kebanyakan bahwa cantik itu sama dengan kulit putih, rambut lurus, tubuh langsing, hidung mancung dan sebagainya, berubah dengan berani mengatakan bahwa saya cantik apapun dan bagaimanapun diri saya. Kalau saya bisa menerima diri saya apa adanya, maka orang lain pun akan menerima saya apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihan saya.

Obat Stres – part 2 - Bermain gelombang


Tempat berlibur favorit saya adalah pantai, entah itu pantai yang tenang, landai berpasir putih ataupun pantai terjal berbatu karang dengan ombak ganas menghempas. Keduanya sama menariknya buat saya.
Di sana, saya bisa bermain menyongsong gelombang dan membiarkan ombak memukul kaki – kaki saya, atau duduk melamun di puncak karang terjal sambil merasakan ombak menghantam batu karang dan saya pun basah dengan percik – percik airnya.
Seorang anak kecil yang terkurung dalam raga seorang dewasa, begitu seseorang menyebut saya, bila saya sudah bertemu laut. Saya bisa lupa waktu bermain air, bahkan saya pernah nyaris hanyut terbawa gelombang di pantai Watu Ulo Jember ketika SMP, namun saya malah tenang – tenang saja membiarkan diri saya terbawa arus. Sok yakin bahwa Tuhan belum menginginkan saya mati ditelan laut.
Saya pernah terkesan dengan keindahan pantai Kukup Yogya dan nyaris tertinggal bis, ketika rombongan studi banding kampus akan kembali ke Surabaya, waktu itu sekitar tahun 1998. Suasana pantai menjelang sore dan agak mendung, ombak pantai selatan yang menanjak tinggi memecah karang – karang sebelum akhirnya menyerah di pelukan pantai, menerpa lembut jemari kaki saya. Sambil melempari laut dengan bebatuan dan sesekali memunguti kerang – kerang saya menikmati pantai itu dengan sepenuh hati, lupa dengan kawan – kawan dan tidak merasa bila ada seseorang yang memperhatikan saya, melihat saya dengan pandangan aneh, mungkin menganggap saya orang gila akut, bersimpuh di hadapan samudra dan cakrawala. Tahun itu saya mengunjungi tiga pantai sekaligus yaitu pantai Baron, Krakal dan Kukup. Ketiganya masih lumayan alami, karena kebanyakan pantai yang saya kunjungi telah menjadi area bermain dunia fantasi lengkap dengan fasilitas olahraga air dan restoran. Saya rindu pantai yang masih asli, di mana saya bisa duduk tenang menikmatinya, bermain gelombangnya, merasakan hembusan anginnya dan mendengar suara pekik camar.
Laut, selalu menerbitkan rasa penasaran saya, ada apa di dalamnya ( tentu saja ikan! kata teman – teman saya ), namun saya merasa seperti ada kekuatan magis di dasarnya yang membuat saya betah berlama – lama memandanginya. Laut menurut saya adalah benda mati yang hidup. Satu waktu bergejolak, lalu tenang menghanyutkan. Pantai adalah labuhan. Namun seperti cobaan dan kebahagiaan, ombak selalu datang dan pergi seolah menakar kadar ketegaran pantai dan karang – karangnya. Seperti manusia pula, pantai memiliki berbagai macam karakter dan keunikan.
Laut tak lagi ramah sekarang, sejak beberapa waktu yang lalu laut seperti bergejolak dengan ombaknya yang tinggi di atas rata - rata, menyapu daratan dengan ganas dan menenggelamkan rumah – rumah penduduk di sekitar pantai. Memangkas habis impian saya memiliki rumah mungil di tepi pantai. Semua orang menyalahkan musim, cuaca buruk dan efek global warming. Tapi tak pernah menyalahkan dirinya yang merupakan komponen utama penyebab global warming.
Lepas dari semua itu, saya masih punya sedikit harapan, memiliki tempat tinggal yang dekat dengan pantai, sehingga kapanpun saya ingin bermain gelombang saya bisa datang kapan saja, tanpa menunggu hari libur panjang.